Pages

Sunday, July 6, 2014

Bersama Garuda Indonesia Menuju Banyuwangi


Banyuwangi - The Sunrise of Java (Hari pertama)

Jakarta - Surabaya - Banyuwangi
Jumat, 20 Juni 2014

GA 302 -- CGK - SUB
ETD 05.30 ETA 07.05

GA 4300 -- SUB - BWX
ETD 08.40 ETA 09.30


Akhirnya hari yang ditunggu2 datang juga! Berangkat dari rumah 02.45 menuju Gambir demi mengejar bus Damri pertama ke bandara Soekarno Hatta yang berangkat jam 03.00.

Setelah semua peserta datang, check in bersamaan beserta dengan bagasi masing-masing. Boarding pass pun dibagian satu per satu. Pesawat berangkat menuju bandara Juanda, Surabaya dengan tepat waktu.

Ini adalah perjalanan pertama saya ke Banyuwangi yang merupakan salah satu destinasi impian saya untuk dikunjungi. Dan impian saya terwujud melaui program promo menarik berlibur ke Banyuwangi dengan maskapai Garuda Indonesia.

Surabaya

Sampai di bandar udara Juanda, Surabaya, yang belum lama selesai direnovasi. Bagus banget deh sekarang. Jadi dari Jakarta ke Banyuwangi, harus transit dulu di Surabaya atau di Denpasar.

Di Juanda kita menunggu sekitar 1 jam sebelum dipanggil boarding.Di bandara Juanda ini, boarding pass pun dibagikan satu per satu. Karena tiket yang kami punya adalah Jakarta – Banyuwangi maka bagasi pun akan langsung diurus oleh pihak maskapai untuk dipindah antar pesawat.

Jam 08.20 boarding menuju Banyuwangi dengan menggunakan pesawat ATR 72-600. Pesawat berkapasitas 70 tempat duduk. Karena kecil, bagasi bukan berada dibawah badan pesawat melainkan berbagi ruang dengan tempat duduk penumpang di badan pesawat. Koper kecil pun tidak dapat diletakkan diatas tempat duduk/kabin.

Eh di dalam pesawat ATR dalam perjalanan menuju Banyuwangi, dari kokpit pilot menyambut dan mengucapkan selamat berlibur di Banyuwangi.

Jenis snack pada penerbangan SUB-BWX serupa dengan snack CGK-SUB yang isinya bolu gulung dan roti serta air minum

Banyuwangi

Tiba di bandara Blimbingsari sudah dijemput oleh team Humas Pemda Banyuwangi yang terdiri dari 3 mobil elf dan 1 L200.




Seru loh, perjalanan dari bandara ke pusat kota Banyuwangi. Menyusuri jalan kecil; masing2 lajur untuk satu mobil, melewati rumah-rumah penduduk di sepanjang jalan yang bahkan ada yang masih menggunakan gedek juga melewati persawahan.

Pendopo Kabupaten

Sekitar 30 menit sampailah di pendopo Kabupaten Banyuwangi yang dinamakan pendopo Sabha Swagata Blambangan. Rombongan diajak untuk melihat2 guest house (wisma) tempat menginap tamu2 resmi Bupati yang terdiri dari 7 kamar tidur dengan konsep hemat enegi karena pada pagi sampai sore semua ruangan sudah terang tanpa menggunakan lampu.

Begitu pula dengan ruang makan yang tampak terang karena menggunakan genteng gelas dan juga terdapat taman kecil disamping ruang makan.


Furniture di dalam wisma ini pun menggunakan kayu dari pohon yang tumbuh di Banyuwangi. Tempat duduk di depan kamar menggunakan lumpang (tempat menumbuk pagi) yang diberi jok diatasnya. Meja makan terbuat dari kayu jati di Banyuwangi.

Wisma ini juga berbentuk unik, karena bentuknya seperti bunker yang tertutup dengan tanah berumput.

Hotel Mahkota Plengkung

Dari pendopo Kabupaten langsung menuju tempata menginap di Hotel Mahkota Plengkung untuk menaruh tas/barang bawaan. Ternyata lokasi hotelnya lumayan jauh! Di sekitarnya juga sepi.

Sempat lihat2 kondisi kamar. Cukup bagus dan nyaman lah... Kita dapat yang 1 tempat tidur. TV tanpa channel berbayar dan kamar mandi yang cukup luas yang dilengkapi dengan shower air dingin dan panas.

Pusat Oleh2 Sherly

Kalau sudah belanja pasti deh pada lupa waktu, walaupun cuma ke 1 toko dan pilihannya terbatas tetap saja menyita waktu lumayan banyak. Setelah banyak yang menenteng kardus berisi oleh2, baru kita menuju pantai Pulau Merah.

Saya beli 4 kotak berbagai rasa kue Bagiak yang merupakan kue kering khas Banyuwangi. Jadi kue bagiak ini semacam kue bangket yang biasa nenek saya buat untuk menyambut Idul Fitri di kampung. Tapi kue bagiak ini lebih crunchy. 


Pantai Pulau Merah

Waduh... lumayan jauh loh menuju pantai Pulau Merah. Agak khawatir juga kita gak dapat sunset secara di Banyuwangi kan matahari terbenam lebih cepat dari di Jakarta. Jaraknya sekitar 50 km dari kota. Jalan yang dilewati gak terlalu mulus. Papan petunjuk arahpun tidak terlalu jelas. Jarak 10 km saja gak sampai2. Iya sih, itu karena jalannya gak terlalu bagus juga melingkar2 alias banyak tikungan. Eh lagi buru2 ternyata kita harus melewati persiapan Pesta Rakyat Arung kanal di sisi sungai Sampean.

Akhirnya sampai juga di pantai Puau Merah. Langit udah mulai merah tuh pas sampai. Sayangnya air laut tinggi jadi kita gak bisa menyeberang ke Pulau Merah-nya. Lagian  kata Pak Camat banyak bulu babi di sekitar situ. Hiy...


Kenapa dinamakan Pulau Merah padahal bukit di pulau itu warnanya hijau loh. Katanya nih, pasir di pantai pulau itu berwarna merah. Oiya, pantai Pulau Merah ini belum lama dijadikan tempat kejuaraan selancar (surfing) internasional. Walaupun ombak yang paling bagus untuk selancar di Banyuwangi itu ada di pantai Plengkung atau yang lebih terkenal dengan nama pantai G-Land.

Beruntung masih sempat melihat langit merah dan matahari perlahan2 terbenam. Walau cuma sebentar. Ombak saat kita kesana gak terlalu besar, jadi gak bisa juga dipake untuk selancar.


Makan Malam Nasi Tempong

Puas foto2 dan celup2 kaki di pantai Pulau Merah, rombongan bergegas meninggalkan pantai menuju tempat makan malam.

Kali ini dengan menu Nasi Tempong. Kata temen saya yang orang Banyuwangi, disebut Tempong karena lauk pauk yang disajikan terasa sangat pedas sampai berasa kayak abis di tempong (tampar/tempeleng).

Akhirnya kita sampai di warung Nasi Tempong Mbak Har. Alhamdulillah... waktu tanya ada sambel yang gak pedes, ternyata mereka menyediakan juga loh.

Nasi Tempong ini seperti nasi jamblang di Cirebon, lauk pilih sendiri. Yang saya lihat di tempat ini ada cumi masak hitam, ayam goreng, ikan goreng, ikan kuah, ayam bumbu cabe, lalapan, krecek dan lain sebagainya.

Sambelnya JUWARA! Gak pedes dan bikin nagih untuk nambah :D

Perut kenyang, mata ngantuk dan muka lecek, itu tandanya harus kembali ke hotel dan beristirahat. Wah... harus sesegera mungkin sampai hotel nih secara team Adventure besok jam 00.30 harus bangun dan paling lambat jam 01.00 berangkat menuju kawah Ijen.

Banyuwangi - The Sunrise of Java (Hari Kedua)

Banyuwangi
Sabtu, 21 Juni 2014

Telat bangun!!! Padahal sudah pasang alarm jam 00.00 loh dan tadi sebetulnya udah bangun juga. Tapi nambah tidur2an yang niatnya cuma 15 menit eh malah kebablasan sampai jam 00.30!

Kedebag kedebug cuci muka dan ganti baju. Beruntung perlengkapan untuk hari ini sudah disiapkan semalam dan masuk ke dalam backpack.

Akhirnya jam 01.00 kita turun dan siap berangkat. Padahal jadwal semula kita akan berangkat jam 00.30. Perjalan menuju pos pertama Paltuding tempat pemberhentian semua kendaraan memakan waktu sekitar 1,5 jam dengan jalan yang ajrut2an; karena berlubang tidak mulus.

Kawah Ijen

Pas keluar mobil di Paltuding.... brrrrr.... dingin banget. Padahal sudah memakai thermal jacket. Langsung keluarin earmuff dan sarung tangan.
Setelah semuanya kumpul, kita briefing untuk mulai jalan (agak) menanjak. Perkiraan sampai trekking menanjak sekitar 3 km kemudian untuk turun ke kawah mendekati danau belerang dan api biru sekitar 800 meteran. Huffftt....

Secara gak punya trekking pole (tongkat untuk membantu saat menanjak) saya diberi tongkat bambu oleh guide. Lumayan lah untuk pegangan.

Karena masih gelap dan sudah ditinggal temen2 peserta yang laki2, saya memutuskan berhenti, gak berani untuk turun secara harus menapak batu2 besar, mana gelap lagi. Gak lama kemudian datang peserta perempuan lain bersama ayahnya. Si Om bilang "Ayo kita turun. Sekuatnya kita aja. Kalo di tengah jalan gak sanggup untuk meneruskan ya berarti memang kemampuan kita cuma segitu. Yang penting jalanin dulu".

Wah... jadi semangat lagi deh. Bertiga kita turun bareng. Kadang bingung mau lewat mana secara batunya gede banget untuk dilewatin. Sepanjang ingatan saya, waktu turun menuju kawah Ijen, 2x saya dibantu untuk melewati batu2, mereka mengulurkan tangan kepada saya. Pertama oleh entah pemandu atau wisatawan perempuan dengan aksen Mandarin dan kedua oleh laki-laki pemandu lokal.

Di tengah jalan saya tanya apakah tempat lokasi api biru masih jauh dan apakah api biru masih terlihat kepada seorang pengunjung yang sudah selesai melihat api biru dan beranjak keatas. Dia bilang udah gak terlalu jauh dan masih kelihatan api birunya.

Subhanallah...  saya masih dikasih kesempatan untuk melihat si api biru. Konon katanya itu bukan api sungguhan tapi merupakan bayangan yang tercipta dari gas. Makanya api biru ini akan segera menghilang saat sinar matahari muncul.


Agak lama saya dan teman2 di kawah Ijen. Foto sana sini kemudian kembali naik keatas. Kagum sama Bapak2 penambang belerang. Mereka memikul belerang yang dimasukkan kedalam keranjang rotan yang beratnya bisa mencapai puluhan kilo dan menempuh jalan berbatu dan menanjak. Saya yang cuma bawa dirinya aja udah ribet menuju dan kembali dari kawah ini.

Di Ijen ini saya membeli beberapa belerang/sulfur yang dicetak dengan bermacam bentuk. Ada Hello Kitty, Teddy Bear, kura2 dsb.


Sampai diatas pemandangan yang terlihat gak kalah indahnya. Deretan bukit berwarna hijau! Oiya, untuk turun menuju Paltuding sama ribetnya seperti saat naik. Bukan karena ngos2an gak kuat napasnya tapi karena licin. Semakin siang/terang pasir yang melapisi jalanan menjadi kering menjadikan jalan menurun menjadi licin. Walhasil beberapa dari teman2 saya terpeleset saat jalan menurun. Tips dari saya, sebisa mungkin pilih jalan yang agak basah untuk menghindari terpeleset.


Saya jadi tau kenapa Banyuwangi disebut "The Sunrise of Java". Karena di matahari pertama kali muncul di pulau Jawa ya di Banyuwangi ini.

Semakin siang semakin banyak orang yang naik menuju kawah Ijen.

Alas Purwo

Karena sampai di Paltuding lagi sudah kesiangan, maka saya dan beberapa teman yang baru tiba, sarapannya di dalam mobil yang akan menuju Taman Nasional Alas Purwo. Gak sempat ganti baju. Pokoknya langsung berangkat!

Dari Paltuding menuju Alas Purwo jauhnya minta ampun! Ada tuh sekitar 3 jam perjalanan. Nyaris sepanjang jalan dari Paltidung menuju Alas Purwo perlu diperbaiki karena gak mulus.

Masuk ke dalam taman nasional Alas Purwo harus melewati gerbang dan ada loketnya. Di sekitar bangunan loket tampak beberapa monyet lalu lalang. Jauh masuk ke dalam terdapat pura yang masih digunakan warga beragama Hindu. Pura tersebut disebut Pura Giri Selaka dan merupakan bangunan bersejarah.

Menuju padang savana Sadengan tempat banteng2 merumput melewati hutan jati yang di beberapa area terlihat kering meranggas. Karena kita datang saat bukan jam makan banteng-banteng, jadi yang terlihat hanya hamparan padang rumput. Terlihat beberapa banteng tapi jaraknya sangat jauh.


Sampai hotel sudah sore menjelang malam. Kita sepakat jam 18.30 sudah rapih dan siap berangkat menuju desa wisata Kemiren untuk makan malam dan menonton pertunjukkan kesenian tradisional.

Desa Budaya Kemiren

Akhirnya jam 19.00 kami berangkat ke desa Kemiren. Lumayan jauh juga loh perjalanannya.

Makan malam digelar secara lesehan di jalan desa (jalannya udah di-paving) beralaskan tikar dengan menu pecel pithik; menu asli suku Osing, suku asli Banyuwangi di desa Kemiren. Nasi putih yang pulen dengan lauk pithik pecel. Enak banget deh! Saya ditawari minum air dari kendi dan juga air kelapa. Saya mau semuanya!

Pecel pithik itu ayam panggang (tidak terlalu kering) yang terbuat dari pitik ayam kampung kemudian dicampur bumbu urap yang terdiri dari parutan kelapa dengan berbagai bumbu dan kacang yang sudah dihaluskan.

Beruntung saya duduk bersebelahan dengan seorang Bapak yang pernah menjabat sebagai Camat di desa Kemiren.

Bapak itu cerita bahwa pecel pithik ini tidak dijual umum namun bisa dipesan. Dan menu pecel pithik ini akan hadir di setiap acara2 tradisi seperti Barong Ider Bumi yang dilaksanakan setiap tanggal 2 Syawal dan Selametan Tumpeng Sewu.

Juga Pak ex Camat ini menceritakan mengenai tarian Seblang oleh suku Osing. Semacam tarian Sintren dari Cirebon. Dimana sang penari (perempuan muda yang masih perawan) akan kerasukan dan menari. Pencarian penari Seblang pun ada ritualnya dan tidak sembarangan memilih penari.

Selesai dengan makan malam yang sangat nikmat itu, kita menuju tempat pertunjukkan seni. Terdengar suara alat musik tradisional yang ternyata dimainkan dari atas panggung kecil yang didirikan dengan menggunakan batang bambu. Sepanjang jalan diterangi dengan obor.

Sebelum mendekat ke panggung pertunjukkan terdapat lapak yang menyajikan aneka jajan pasar. Wow... suka banget deh. Sebagian besar jajan pasar itu saya kenal, mungkin namanya aja yang beda. Ada lepet, kue cucur, lupis dan lain sebagainya. Kalau saja perut saya masih cukup, pasti akan saya cicipi semuanya! Selain jajan pasar, disediakan juga minuman kopi panas yang kopinya berasal dari desa Kemiren.Duuuhhh... wangi kopinya itu loh yang sangat menggoda.


Beruntung di sini dijual kopi bubuk asli dari Kemiren. Karena kemarin saat ke toko oleh2 saya kog tidak melihat ada kopi bubuk ya.

Ibu2 yang menjaga tempat jajan pasar ini semuanya berkebaya warna hitam. Tadinya saya pikir itu adalah seragam panitia untuk acara ini. Tapi ternyata saya salah! Kebaya hitam adalah pakaian wanita suku Osing!

Saya yang sangat menyukai pertunjukkan tradisional, tidak menyia2an kesempatan ini. Saya dan teman saya langsung cari tempat duduk yang strategis untuk penonton pertunjukan ini.

Panggung dibangun diatas kali Gulung dan pertunjukkan kali ini bercerita mengenai asal usul Banyuwangi yaitu legenda Sri Tanjung. Dari informasi bocoran yang saya terima, di akhir cerita ada adegan pemeran Sri Tanjung benar2 menceburkan/menjatuhkan diri ke sungai. Wuih... pasti keren tuh. Gak kalah deh sama pertunjukkan Siam Niramit di Bangkok :D

Banyuwangi - The Sunrise of Java (Hari Ketiga)

Banyuwangi - Surabaya - Jakarta
Minggu, 22 Juni 2014

GA 4301 -- BWX - SUB
ETD 07.25 ETA 08.15

GA 309 -- SUB - CGK
ETD 08.50 ETA 10.30

Jam 05.30 semua peserta sudah siap di parkiran untuk berangkat ke bandara. Sambil nunggu kendaraan yang akan mengantar kita ke bandara, ngemil2 roti dan ngeteh yang sudah disediakan di hotel.

Sampai di bandara Blimbingsari, sempat ngobrol2 dengan petugas bandara. Ternyata minat masyarakat ke Banyuwangi semakin tinggi. Karena dengan adanya penambahan 1 maskapai penerbangan yang melayani rute ke Banyuwangi tidak berarti penumpang dari maskapai yang selama ini ada menjadi berkurang. Selama ini pesawat dengan rute ke Banyuwangi dioperasikan oleh Wings Air dan sekarang ditambah dengan Garuda Indonesia.

Selain gedung bandara tempat para penumpang datang dan pergi serta tempat pengambilan bagasi, tidak jauh dari gedung ini juga ada bangunan lain yang berfungsi sebagai ruang singgah bagi tamu VIP.

Setelah boarding pass dibagikan kepada semua peserta eh kali ini boarding pass-nya dibagi langsung 2; untuk ke Surabaya dan untuk ke Jakarta tinggal nunggu masukin bagasi. Lagi nunggu cek bagasi eh liat peta Banyuwangi beserta dengan wisata alamnya yang ditempel dalam frame di dekat pintu masuk bandara. Ih... pengen banget deh punya peta itu.

Sempat beli kue di ruang tunggu bandara Blimbingsari. Eh biar kecil tapi ada tempat jual aneka oleh2 loh.

Pesawat datang agak terlambat dari Denpasar dan akhirnya kita harus meninggalkan Banyuwangi. Bye...

Di pesawat, lagi2 Pilot-nya mengucapkan selamat jalan ke rombongan klita yang sudah berlibur ke Banyuwangi. Wuih...
 


Tuh kaaannn... karena waktu yang mepet dan pesawat dari Banyuwangi yang agak telat, sampai di bandara Juanda - Surabaya sudah proses boarding. Akhirnya kita gak masuk terminal dulu melainkan langsung diantar ke gardabrata dan proses check in disana. Sambil berjalan cepat, saya melihat keluar untuk memastikan bagasi saya sudah diangkat dari pesawat sebelumnya untuk dipindahkan ke pesat yang membawa saya ke Jakarta. Jangan sampai saya sudah sampai di Jakarta tapi bagasi saya ikut pesawat berikutnya :D

Dan pesawat pun berangkat tepat waktu.

Baru kali ini pulang jalan2 masih ada matahari. Biasanya hampir tiap kali pulang berpergian saya sampai kembali di Jakarta sudah malam atau sudah gelap gitu.


Sungguh merupakan pengan liburan yang tidak akan terlupakan!