Pages

Monday, October 21, 2013

5 Cities 4 Countries in 11 Days - Day 11 (Singapore - Jakarta)

Senin, 11 September 2013
  • Novena – Harbour Front (Sentosa) (MRT)
  • Berangkat jalan kaki (SGD 1) pulang naik bis
  • Harbour Front - China Town (MRT)
  • China Town – Little India (MRT)
  • Little India – Farrer Park (Mustafa Center) (jalan kaki)
  • Farrer Park – Changi (MRT)
Subuh terdengar sayup2 ada perempuan nangis di selasar kamar. Duuuhhh... saya udah mikir jangan2 ini hotel esek2 yang gak beres. Si Mama kayaknya gak denger tuh. Saya pun jadi cuek aja. Toh sebentar lagi kita mau check out.

Setelah mandi dan sarapan dengan bekal dari rumah, kita langsung check out. Sebelumnya kita nanya arah bus atau MRT yang ke Mustafa Center. Menurut resepsionis, lebih baik naik bus yang gak jauh dari hotel ini daripada naik MRT, karena stasiun MRT berada cukup jauh dari hotel. Dia juga memberikan no bus yang menuju Mustafa Center.

Sebelum menuju halte bis, saya ke mini market yang cukup lengkap kemudian mampir di toilet terdekat yang berada di samping vihara. Walaupun toiletnya sederhana yang terbuat dari seng, tapi cukup canggih loh. Keran airnya menggunakan sensor yang apabila tersentuh akan mengeluarkan air. Ih... saya norak ya.

Dari situ langsung ke halte bis yang ada di seberangnya. Cukup banyak orang yang di halte ini. Mungkin karena masih pagi banyak calom penumpang yang berangkat kerja. Gak lama kemudian bus datang. Sempat tanya ke sopir bus, apakah bus ini menuju ke Mustafa Center dan dijawab iya. Cukup menempelkan Singapore Tourist Pass yang kita punya. Untung ada enci2 deket kita yang kasih tau dimana kita harus turun karena bus-nya gak ada pengumuman informasi.


Mustafa Center

Dari situ jalan kaki menuju Mustafa Center, cuma beli tempelan di kulkas aja. Gak lama disana. Etapi kog kita gak bisa nemuin pintu masuk yang tadi dilewatin ya? akhirnya setelah muter2 nyari pintu yang sama ketika kita masuk tadi, keluar di pintu. Entah dimana itu. Dari situ ke stasiun monorail Farrer Park gak terlalu jauh.

Sentosa

Menuju Harbour Front untuk lanjut ke pulau Sentosa. Masuk ke Vivo City. Karena masih pagi ya toko2 belum pada buka. Nah... dari Vivo City bisa jalan kaki tuh ke Sentosa. Gak jauh2 amat kog. Lagian di jalur pejalan kaki ini di beberapa tempat ada ban berjalannya (travelator). Jadi kalo capek tinggal naik travelator aja. Lumayan mengurangi capek walaupun cuma sebentar. Untuk pejalan kaki, masuk Sentosa cukup membayar SGD 1. 

Terlihat antrian yang cukup banyak di loket Universal Studio. Kita mah gak akan masuk kesana. Ngapain juga, di dalam kan bermacam permainan kayak di Trans Studio. Lagipula bola dunia USS yang tempat orang foto2 narsis ada di luar pintu masuk. Jadi gak perlu bayar apapun.

Kelar foto2 di depan bola dunia USS kita keliling Sentosa dengan mini monorail. Gak puas keliling dengan mini monorail kita lanjutkan dengan keliling dengan shuttle bus. Di sini terdapat 3 rute bus. Ya udah kita cobain satu per satu mumpung gretong :D.

Jadi bus2 tersebut berkeliling sampai Resort World, hotel Shangri La, juga patung merlion raksasa. Dulu... pernah juga tuh melintas disamping si merlion ini waktu nyebrang ke Sentosa dengan kereta gantung. Dengan bus ini juga saya dan Mama singgah di pusat casino di Sentosa. Berbagai jenis permainan ada disini. Memang sih tempatnya cenderung seperti mall. Masing2 jenis casino terdalam dalam suatu ruang/kios. Jadi gak langsung terbuka dan terlihat.

Puas keliling dengan bus, kita ganti moda transportasi untuk keliling. Kali ini dengan kereta wisata. rute kereta wisata ini mengelilingi pantai2 yang ada di Sentosa. Walaupun segaris, namun pantai2 tersebut memiliki nama yang berlainan. Sistemnya hop on hop off. Tapi sayan dan Mama gak turun di pantai manapun. Cuma menikmati dari kereta wisata. Kayaknya yang terkenal tuh pantai Siloso. Ada jejeran huruf2 yg membuat nama Siloso di depannya.

Kelar keliling kita mau balik ke Vivo City. Kali ini mau nyobain naik mini monorail. Gratis... tis... Nah... secara emang udah jam makan siang, muter2 lah kita di mall Vivo City ini dan terdampar di Yoshinoya. Emang sih rada2 aneh, jauh2 ke Singapura eh makannya di Yoshinoya. Di Jakarta aja tau gitu. Bukan... masalahnya kita cari yang no pork, no lard dan ditengarai halal :D.

Hari masih sore dan matahari masih masih semangat nongol, tapi menurut Mama kalau tidak ada tempat yang akan didatangi lagi lebih baik kita langsung ke bandara, Biar nunggu disana daripada kita telat.

Changi Airport

Ya sudah, dari Vivo City kita langsung naik monorel menuju bandara Changi. Sama seperti waktu kita datang, MRT harus berganti di Tanah Merah.

Samapi di Changi, saya kembalikan kartu Singapore Tourist Pass dan dapat deh duit deposit sebesar SGD 10/kartu. Setelah itu ambil titipan tas. Agak dandan2 dikit plus ganti baju di toilet bandara. Gak bisa mandi bo... :P. Terlihat di terminal keberangkatan ini banyak calon penumbang dari ras India. Dan memang penerbangan dari Singapura ke beberapa kota di India cukup banyak.

Payah nih, gak ada timbangan buat nimbang bawaan. Agak kebat kebit secara sepertinya overweight nih. Emang sih kita gak beli bagasi dan alowance kabin kita berdua total cuma 20kg. Cukup gak ya?

Eh liat timbangan nganggur, kita coba. OMG... kelebihan 10kg. Waduh gimana nih. Kue kering sisa udah dikeluarin semua, baju2 yang kira2 gak kepake lagi juga udah dikeluarin semua untuk ditinggal/dibuang jika diperlukan. Tapi masih gak yakin nih beratnya udah sesuai. Balik lagi nimbang eh ada petugasnya dan negur saya juga orang2 yang lain kalo timbangan itu bukan untuk nimbang barang bawaan. Nimbangnya nanti aja pas di counter check in. Helloooo... lo kira itu timbangan buat nimbang orang ya? Gak mungkin banget lah. Untungnya saya sempet nimbang 1 tas. Tinggal dikira2 aja berat tas yang satunya sama. Ternyata... masih overweight. Aduh... gimana ngakalinnya ya?

Setelah kehabisan akal cara apa lagi yang bisa mengurangi berat bawaan, cara gila kita tempuh. Baju bawahan kita pake bertumpuk. Celana pendek, celana panjang dan celana harlem dipakai bersamaan. Kain yang beli di Vimanmek Mansion dipake untuk pashmina. Baju yang mau dibuang sudah disisihkan. Semoga cara ini bisa lolos.

Duhhh... counter check ini-nya berubah. Untung gak jauh, jadi gak terkepot2. Dengan berdebar2 saya dan Mama menuju counter check ini.Bener aja, semua barang bawaan kudu ditaro di timbangan. Termasuk tas tenteng perempuan. Berdasarkan hasil penimbangan, barang2 kita masih overweight tapi oelh petugas counter check in, kelebihan tersebut masih bisa ditolerir. Alhamdulillah,,, Makasih ya Pak. Ternyata hatimu tidak seseram tampangmu. Hihihi...

Di counter imigrasi, petugasnya sampai tanya, emang dingin ya sampe pake pashmina gitu? Yaelah Bu... ini bukan gaya bukan juga kedinginan tapi satu2nya cara ngurangin kelebihan berat barang bawaan :P.

Kelar dari urusan imigrasi, langsung menuju ruang tunggu boarding, yah... ternyata ruang tunggunya belum dibuka. Jadi harus nunggu diluar ruangan.

Ternyata pesawat delay. Hadeuh... nyampe Jakarta jam berapa nih? Pas lewat screening ada sedikit masalah, ternyata pasta gigi saya yang dicurigai sampai harus bongkar daypack. Saya bilang aja kalau memang harus dibuang ya gak masalah. Tapi sama petugasnya setelah dilihat barang dan beratnya diperbolehkan dibawa kembali.

Udah sih nunggu lumayan lama di luar eh di dalam kudu nunggu lagi. Akhirnya setelah delay 1 jam, kita pun bisa masuk pesawat dan terbang ke Jakarta.

Sampai Jakarta sekitar jam 12 malam dan beruntung masih ada bus Damri terakhir yang menuju Gambir.

Berakhir sudah perjalanan mengunjungi 5 kota di 4 negara dalam waktu 11 hari. Tapi... bukan berarti ini adalah perjalan terlama terakhir loh. Siapa tau, kalau Tuhan mengizinkan, pada kesempatan yang akan datang bisa mengunjungi tempat2 baru. Amin...
  • Hotel - Mustafa Center (bus)
  • Farrer Park (Mustafa Center) - Harbour Front (Vivo City) --> MRT
  • Vivo City - Sentosa pp jalan kaki (SGD 1)
  • Harbour Front - Changi (MRT)
  • Harbour Front - China Town (MRT)

Monday, October 14, 2013

5 Cities 4 Countries in 11 Days - Day 10 (Ho Chi Minh City - Singapore)

Minggu, 8 September 2013

Ho Chi Minh City

Pagi2 udah check out dan bergegas menuju terminal bis Ben Thanh. Engkoh di resepsionis hotel baik hati nulisin nomer bis yang menuju bandara Tan so Nhat. Menjemput keberuntungan siapa tau ada bis paling pagi yang menuju ke bandara. Lumayan bo, bayar 4000 VND/orang udah nyampe depan bandara. Tapi ternyata keberuntungan belum berpihak kepada kita. 

Tunggu punya tunggu, itu bis kog belom nongol juga yah? Ya udin, akhirnya kita putusi naek taxi aja. Oiya, kudu cari yg taxi yang namanya Vinasun tapi yg sedan yah, jangan yg Inova. Beda harga soalnya walaupun sama2 pake argo. Nah… yang bikin bingung tuh, di mana kita bisa berhentiin tuh taxi. Bingung euy…

Untung pas lagi jalan di bunderan Ben Thanh, ada taxi Vinasun sedan, yg melipir, langsung tanya pake argo apa enggak, begitu dijawab pake langsung bilang cuzz ke bandara. Jalanan masih sepi, trus sopir taxinya gak lewat jalan utama, tapi blusukan ke jalan2 kecil. Tadinya saya sudah siapin 300.000 VND tapi ternyata argonya gak sampe 150.000 VND.

Karena waktu yang mepet langsung naik terminal keberangkatan. Enaknya di bandara Tan So Nhat ini, kita bisa nimbang barang bawaan di konter check in yang masih tutup. Jadi bisa dikira2 jangan sampai kelebihan. Masih bisa sarapan dengan bekal dulu.

Ini nih yang saya gak suka dari Mama; suka ngobrol. Setelah check in si Mama ngobrol ngalor ngidul sama turis dari Indonesia. Jadi aja deh kita terkepot2 ngantri di imigrasi dengan waktu yang mepet. Mana antriannya panjang. Di Tan So Nhat kan ngantrinya 2x. Pertama di imigrasi kemudian body checking dan screening barang bawaan non bagasi. Bikin mules deg2an aja deh.

Singapura - Changi Airport

Sebetulnya sih pesawat berangkat dan landing tepat waktu. Tapi... ada kejadian di dalam pesawat yang bikin penumpang tertahan nyaris 1 jam gak bisa keluar. Jadi ada penumpang perempuan yang duduk di barisan depan tiba2 marah2, entah sama siapa (karena gak keliatan). Pilot pun mengumumkan pintu pesawat belum dapat dibuka dan penumpang tidak ada yang diperkenankan turun dari pesawat sebelum aparat keamanan datang.

Di imigrasi sempat ditanya tiket pulang. Agak tersinggung sih, secara ngerasa kayak saya mau overstay atau bahkan cari kerja disana. Woi... saya cuma liburan loh. Untungnya tiket dan semua itinerary tersimpan di backpack, jadi bisa cepat dikeluarkan.

Sampai di bandara Changi, Singapura langsung ke tempat penitipan barang. Ya iyalah, cuma nginep semalem ngapain juga ribet geret2 koper. Mending dititipin deh. Sempat tukar uang di salah satu bank yang ada di teminal kedatangan. Saking buru2nya, uang recehnya gak keambil. Rugi deh. Nasib...

Jadi kita keluar bandara cuma bawa daypack aja. Lebih ringan bisa langsung keliling2 deh. Selesai urusan titip menitip langsung ke terminal MRT yang ada di basement. Disini kita beli Singapore Tourist Pass untuk 2 hari. Jadi dengan kartu ini kita bisa bebas naik MRT dan bis selama 2 hari. kartu ini termasuk uang deposit SGD 10 yang bisa diambil dengan menukarkan kartu di hari terakhir pemakaian atau paling lama 5 hari setelah masa berlaku kartu habis.

Jadi kita gak ribet untuk beli koin. tinggal nempelin kartu tersebut di tiap gerbang masuk/keluar stasiun MRT.

Marina Bay Sands (MBS)

Tujuan pertama kita adalah Marina Bay Sands. Jadi MRT berhenti di basement dari mall ini. Naik ke atas; tempat pertokoan; melewati sungai kecil buatan yang dilintasi oleh perahu.

Sambil jalan keliling kita cari tempat makan dan akhirnya terdampar di foodcourt lantai dasar. Dan mungkin karena hari ini adalah hari libur yang juga akhir dari jam makan siang, terlihan semua tempat duduk di foodcourt ini cukup penuh. Beruntung masih ada sisa tempat duduk untuk kita berdua.

Berbagai macam makanan tersedia disini. Tapi secara kita adalah pejalan yang butuh energi besar dan seperti agak susah cari makanan halal, maka kita pun makan di counter makanan Melayu. Eh si Mama pengen nyobain quesadillas gara2 liat orang makan menu ini di meja sebelah. Ya sudah, ntar kita beli makanan itu untuk bekal di jalan.

Di dekat foodcourt ini ada ice skating ring yang gak terlalu besar. Terlihat banyak anak2 yang bermain disini.

Sepertinya di MBS ini lagi trend Twinning Tea Cafe, sampe ada 2 tempat dan terlihat keduanya penuh.

Oiya, disini saya tukar uang lagi. Karena gak ada bank yang buka, akhirnya saya tukar di money changer. Dan ternyata ratenya gak banget deh. Jauh lebih bagus di bank tempat saya tukar uang sebelumnya.

Ternyata.... quesadillas yang dipengenin si Mama tuh ada bermacam2 isinya; beef, chicken dan pork. Kontan deh, Mama gak kepengen lagi gara2 ada si Miss Piggy :D

Esplanade dan Patung Merlion

Kelar dari MBS, kita jalan menuju patung Merlion di Marina Bay. Mama pengen banget foto di depan patung singa muntah itu. Hihihi.... Katanya dulu waktu ke Singapura, gak sempet foto. Dari MBS ada jalan menuju Esplanade dan bisa foto2 dengan latar gedung MBS :P. Lewatin stadion sepak bola. Uniknya, lapangan sepakbola berada diatas sungai. Di dekat Esplanade ada foodcourt yang namanya Makansutra, Nah... disini ada kios2 yang menjual aneka makanan. Banyak juga loh menu makanan yang dikenal di Indonesia semacam es campur, aneka gorengan dll. Di pedestrian, saya sempat beli es krim 1 dollar. Yang ini es krim diantara 2 wafer. Rasanya sih biasa aja. masih enak es potong di Jakarta deh, murah lagi :P. Eh tapi masih penasaran nyoba yang pake roti tawar nih.

Nyampe juga deh di patung singa muntah yang kondang itu. Mama senang banget bisa foto2 di depannya. Akhirnya kesampean juga. Padahal panas cetar membahenol loh.

Pulangnya, kita sempat nyasar nyari stasiun MRT. Bolak balik bingung ke arah mana, udah gitu pas panas terik lagi. Kualat nih sama rombongan Mbak2 yang tadi lewat, Kata Mama ikutin mereka aja, eh saya jawab sapa tau mereka ke tempat lain atau sama2 nyari stasiun MRT. Eh ternyata kita yang muter2.

Orchard Road

Akhirnya kita balik lagi ke stasiun MRT di basement MBS. Yang pasti2 aja deh. Pasti ketemu maksudnya :D. Dari sini kita mau nostalgia nyusurin Orchard Road. Sekalian Mama keukeuh pengen beli makanan di mall Central Point. Ya udah ikutin aja deh maunya si Mama.

Seperti biasa, kalo pake MRT ke Orchard ya turunnya di Wisma Atria. Ternyata pesona Orchard Road sampai saat ini gak pernah pudar. Rame trusss... Ditambah lagi banyak mall baru bahkan ada yang sedang renovasi. Walaupun ramai orang yang berseliweran, tapi gak membuat macet. Karena antara pedestrian/troatoar dan jalan raya dibatasi dengan pagar besi jadi orang gak sampe luber ke jalan raya. Begitupun dengan penyeberangan, hanya bisa menyeberang di tempat2 tertentu dengan tanda zebracross dan lampu pengendali lalu lintas. Boleh nyeberang kalo lampu untuk pejalan kaki sudah berwarna hijau.

Dan diantara gedung2 mall masih ada pohon menambah asri jalan Orchard ini. Saat saya jalan disana sore hari, terdengar suara burung dari arah pohon2 itu.

Nyampe juga di mall Central Point demi mencari nasi. Hahaha... ini juga pake perjuangan secara gak ada KFC disini sementara restoran Melayu pun susah dicari. Setelah tanya sana sini, di lantai 2 ada restoran Indonesia yang namanya Desa kartika dan kita cuma beli nasi putih doang!

Dari sini buru2 kita mau cari lokasi hotel tempat menginap. Tanya sana sini, malah disuruh pake taxi. Padahal menurut informasi yang didapat, dari Orchard bisa ditempuh jalan kaki loh.

Eh ini kog gak nemu2 yah hotelnya padahal udah jalan lumayan jauh, lewat jalanan sepi pula terus sempat lewatin Mount Elizabeth Hospital yang di Novena. Sudah coba telepon hotelnya juga. Sama si resepsionis-mya disuruh pake taxi aja karena jauah.

Tapi masih penasaran, kog gak nemu2. Akhirnya ketemu juga setelah gempor jalan jauh banget! Ya ampun ini kamarnya kecil banget! apalagi kamar mandinya. Kalo pas pake shower, seruangan basah semua deh. Yah tapi namanya juga Singapura, apa2 mahal. Udah lah jauh, kecil mahl pula. Etapi ini hotel yang harganya gak terlalu mahal loh.

Jadi hari ini ditutup dengan kaki pegel2 dan udah gak kepengen ngapa2in lagi. Langsung tidur deh!

Sunday, October 13, 2013

5 Cities 4 Countries in 11 Days - Day 9 (Phnom Penh, Ho Chi Minh City)

Sabtu, 7 September 2013
  1. Sapaco Bus (Phnom Penh - Ho chi Minh City) USD 12/pax
  2. Hai Van Hotel (69 Huynh Thuc Kang Stree – Ben Thanh Market) - IDR 184,165.00 (USD 18.23)
  3. Trung Nguyen Coffee (10 boxes @ VND 21.300)
  4. Table Liner @ VND 150.000
Phnom Penh

Pagi2 udah check out dan duduk manis di coffee shop menanti take away breakfast dan shuttle jemputan yang bakal nganter ke pool bis Sapaco yang menuju HCMC. Guesthouse sendiri baru mulai di beresin dan dibersihin. Semoga bis ini gak busuk2 amat seperti beberapa review di Trip Advisor secara Mekong express bus yang direkomendasiin para blogger gak ada yg berangkat hari ini atau tiketnya udah sold old ya?

Alhamdulillah, bis nya lumayanlah. ACnya dingin. Tapi kita dapet tempat duduk di baris belakang. Gak pa2 lah yang penting keangkut sampe HCMC. Enaknya, semua bis dari Phnom Penh menuju Ho Chi Minh City (d/h Saigon) akan mengantar sampai pemberhentian terakhir di Pham Ngu Lao atau tempat lainnya di HCMC. Jadi penumpang gak perlu ganti bis di perbatasan negara. Bis ini juga ada keneknya pake seragam lagi.

Jalanan sekitar masih relatif sepi, tapi di sekitar Democracy Monument keliatan tentara berpatroli. Bener kali ye, hari ini bakal ada demo gede di Phnom Penh. Syukurlah kita udah mau keluar dari Phnom Penh.
Ternyata kita harus melewati sungai Mekong dengan menggunakan ferry. Kalo gak salah itu di daerah Neak Loeang. Gak lama sih, cuma takjub aja. Yah kayak nyebrang Tanjung Perak ke Kamal. Namanya juga sungai, sejauh mata memandang ya air coklat lah.

Gak jauh dari dermaga ferry bis berhenti di rumah makan untuk kasih kesempatan penumpang sarapan.

Sekarang saya tau kenapa Kamboja ini disebut juga The Kingdom of Water. Disebut begitu karena selama saya melakukan perjalanan ke Siem Reap dan Phnom Penh pasti menemui sungai yang luas dengan air yang berwarna cokelat.

Bavet

Akhirnya sampe di Bavet wilayah perbatasan Kamboja dan Vietnam. Sama seperti perbatasan Thailand (Aranyaprathet) dan Kamboja (Poipet) yang banyak casino di sekitarnya, di perbatasan Kamboja (Bavet) dan Viet Nam (Moc Bai) pun banyak casino yang gedungnya mentereng.

Imigrasi di perbatasan sini lebih rapih dan bagus. Walaupun imigrasi di Bavet (Kamboja) lebih mirip pos Satpam/pos parkir, yang di dalam pos cuma petugas imigrasi aja. Sama seperti di Poipet, di imigrasi keluar Kamboja juga harus scan jari tangan. Nah pas di pos imigrasi Bavet ini, penumpang gak perlu bawa barang2nya. Cukup bawa diri dan passport.

Moc Bai

Setelah selesai proses exit Cambodia, jalan beberapa meter menuju gedung imiragrasi Vietnam. Walaupun cuma beberapa meter, tapi sudah masuk wilayah Vietnam dan sudah berganti nama jadi Moc Bai. Disini baru deh semua barang bawaan dibawa masing2 tapi passport dikumpulin sama kondektur bis. Jadi sistem pemeriksaan imigrasi di Moc Bai ini nantinya si kondektur bis panggil nama kita satu per satu berdasarkan urutan passport. Sukanya masuk Vietnam tuh gak perlu ribet ngisi formulir keimigrasian. Tinggal antri di meja imigrasi aja!

Ho Chi Minh City

Setelah menempuh 6 jam perjalanan akhirnya bis berenti di terminal deket Pham Ngu Lao, daerah backpacker di HCMC. Mulanya rada2 keder sama arah di HCMC dan diperparah sama saya lupa bawa peta HCMC distrik 1. Akhirnya saya mampir ke beberapa kios tour travel agent cuma buat minta peta HCMC distrik 1. Alhamdulillah… dapet juga. Sembari jalan nyari guest house, mampir ke Trung Nguyen Coffee, biasa deh beli kopi disana. Gak tanggung2 sampe 20 kotak. Yah… kapan lagi saya mampir ke kota ini.

Guest housenya beneran deket sama pasar Ben Thanh loh… Dan ini adalah kamar hotel terbesar selama perjalanan. Ada balkon dan bathtub. Norak ya… Emang sih jalan ke Guest house rada sepi plus di lantai atas guest house ada tempat massage, tapi nampaknya aman2 aja tuh.

Taro tas terus lanjut jalan lagi. Kali tujuan utama Cho Ben Thanh, pasar yang kondang itu. Si Mama udah ngincer mau beli table runner, kalo saya sih cuma liat2 doang. Beneran udah gak kepengen beli apa2 deh. Etapi gak tau juga sih kalo ada barang lucu yang minta dibeli :P.

Ada sih temen yang nitip beliin alat untuk bikin kopi khas Vietnam. Sebetulnya harganya gak mahal tapi… bawanya rempong bo! Kalo di masukin koper bisa2 sampe Jakarta udah berubah bentuk jadi penyok2 tuh. Terpaksa nolak deh. Di Trung Nguyen gak jual alat ini. Tapi di Cho Ben Thanh wuih… tiap nengok lapak, pasti ada deh.

Nah sebelum blusukan di Cho Ben Thanh, saya dan Mama cari makan siang dulu. Nemu resto Malaysia di pinggir pasar Ben Thanh; Saigon Seri Penang. Pesan Pho dan Milo Dinosaurus. Pho-nya lebih enak di D'Nyonya daripada di resto ini. Walaupun gak seotentik Pho asli Vietnam :D. Pengunjungnya lumayan banyak walau tidak penuh. Keliatannya yang orang Indonesia cuma saya dan Mama aja deh, pengunjung lainnya dari Malaysia. Kalo buat Mama saya, yang penting makanannya halal! Soal rasa masih bisa ditolerir deh. Pulangnya beli 3 nasi untuk dimakan nanti malam dan besok pagi :D

Keliatannya, disekitar sini banyak yang jual peralatan outdoor; aneka backpack, sepatu olah raga, aneka jaket dll. Mungkin ini kali ya yang diomongin temen2 kalo mau cari barang2 outdoor yang mureeeh di Vietnam. Saya sendiri belom pernah nemu.

Penasaran ke dermaga Bach Dang. Katanya sih bisa menyusuri sungai dengan boat. Ternyata gak seberapa jauh. Masih terjangkau dengan jalan kaki. Sungainya lebar dengan beberapa kapal besar. Gak jadi naik boat. Udah bosen liat sungai dan nyusurin sungai sepanjang perjalanan kali ini :P. Dari situ dalam perjalanan balik ke guest house kita melewati jalan Dong Khoi tempat dimana butik2 kecil bertebaran dan Hotel Sheraton. Suka deh kalo lewat jalan ini. Walaupun gak tertarik beli apapun. *sebetulnya masih penasaran sama baju tradisional dari northern Vietnam yang berwarna hitam dengan ornamen tenun berwarna terang. Kalo ao dai sih lewat deh. Ukurannya XS semua! Gak bakal cukup untuk saya :D

Sebelum masuk kamar, kasih tau resepsionis kalo kita besok mau check out pagi2 banget karena mau ke bandara.

Karena belum ngantuk, jadi iseng2 liat channel TV eh di National Geographic Channel lagi tayang program Ultimate Dubai Airport. Langsung mantengin deh. *wink

Beberes lagi, sembari misahin baju yang mau dibawa di daypack dan yang disimpan di koper. Karena nanti Singapura koper akan ditaro di tempat penitipan tas di bandara Changi. Kita cuma bawa daypack aja. Lebih ringkas!

Saturday, October 12, 2013

5 Cities 4 Countries in 11 Days - Day 8 (Phnom Penh)

Jumat, 6 September 2013

  1. Tuol Sleng S21 USD 2/pax
  2. Russian Market
  3. Choeng Ek Killing Fields USD 3/pax, audio headset USD 3/pax
  4. Tuktuk USD 20
  5. National Museum USD 2/pax
  6. Royal Palace & silver Pagoda KHR 25.000

Pagi2 udah bangun terus jalan2 di sekitar Riverfront. Banyak tukang tuktuk di depan penginapan udah pada mangkal dan beberapa dari mereka nawarin jasanya ke saya. Yah… saya kan cuma mau jalan2 liat suasana Riverfront di pagi hari.

Banyak warna yang menikmati pagi dengan berolah raga, walaupun ini bukan hari libur/wiken. Lucunya mereka membuat kelompok2 sendiri untuk melakukan olahraga; semacam aerobic gitu. Dan banyak terlihat burung merpati; baik di sepanjang Riverfront maupun di depan istana.

Di pinggir trotoar sepanjang Riverfront banyak orang berjualan bunga terutama bunga teratai/lotus di pinggir Riverfront. Sepertinya akan digunakan untuk persembahan. Ada pula yang berjualan aneka buah, semacam pasar kaget gitu.

Nyusurin Riverfront sampe ke depan hotel Himawari. Ornamen bangunan2 pemerintah di seberang Riverfront bagus deh. Seperti ukiran2 gitu dan berwarna emas. Eh pas lewat hotel Himawari di halamannya liat ada resto Padang. Liat juga beberapa truk mengangkut tentara lewat di jalan raya. Jangan2 pengamanan diperketat menjelang demo.

Sekalian juga survei jalan ke Royal Palace dan National Museum yang ternyata cukup dekat dari guest house.

Sssttt... konon kabarnya di sepanjang Riverfront ini banyak terdapat kedai pizza yang menjual pizza istimewa yang disebut "Happy Pizza". Pizza biasa dan ukurannya pun standar. Yang membuat "istimewa" karena katanya topping pizza tersebut diberi "ganja". Sebut aja mau pesan "Happy Pizza". Penasaran juga sih pengen nyoba. Tapi mengingat jadwal perjalanan yang padat, gak jadi deh. Daripada ketinggalan bus gara2 saya giting dan tidur pules, mending yang baik2 aja deh :D

Jam setengah tujuhan saya kembali ke guest house untuk mandi dan sarapan. Setelah itu baru deh berangkat. Ternyata tukang tuktuknya udah mangkal dan ternyata juga dia yang tadi pagi nawarin tuktuk pas saya jalan2 pagi. Tujuan pertama adalah penjara Tuol Sleng yang lebih dikenal dengan nama penjara S21.

Okeh.. kita mulai acara jalan2 hari ini. Lumayan jauh sih ke Jadi Tuol Sleng itu. Lewat pusat bisnis yang banyak berderet pertokoan di sepanjang jalan raya. Namun bangunan ini tidak terletak di pinggir jalan raya utama, masuk ke jalan kecil gitu.


Tuol Sleng a.k.a. Penjara S21


Beli tiket masuk USD 2 di sebuah tempat mirip pos satpam :D. Memasuki halaman S21 ini nampak sepi. Seakan menggambarkan apa yang terjadi pada masa rezim Khmer Merah berkuasa. Jadi semula bangunan berlantai 3 ini adalah sekolah dasar sampai menengah. Saat Khmer Merah pimpinan Pol Pot berkuasa, tempat ini berubah menjadi tempat interogasi, penjara dan sekaligus tempat penyiksaan bagi orang2 yang dianggap memiliki idealisme yang berseberangan dengan Khmer Merah. Orang2 yang dicurigai oleh Khmer Merah itu sebetulnya yang berprofesi sebagai PNS, anggota partai dan pendidik. Namun tak jarang mereka juga mengangkut para petani dan warga biasa lainnya bahkan anak2.




Di depan gedung sekolah ada papan pengumuman mengenai peraturan yang berlaku untuk para tahanan di penjara S21 ini. Yang membuat seram dan tidak nyaman dari tempat ini adalah ruang kelas yang dibuat sebagai bangsal penyiksaan di tempatkan alat penyiksaan juga foto2 para korban penyiksaan juga beberapa lukisan saat penyiksan itu terjadi. Dari gambaran di lukisan terlihat betapa kejamnya penyiksaan yang dilakukan. Saya gak berani untuk naik ke lantai atas. Cukup di lantai dasar ini saja. Walaupun terlihat beberapa turis (kebanyakan sih bule) pada naik keatas. Gak habis pikir, kog ada yang orang yang begitu kejamnya untuk menyiksa orang lain yang dalam hal ini adalah saudara setanah air sendiri demi ambisi politik.


Pada saat Khmer Merah berkuasa, sekolah2 ditutup. Karena prinsip mereka, yang diperlukan untuk memajukan negara adalah kerja keras bukan pendidikan. Juga ada motto Khmer Merah yang bikin merinding seram "To keep you is no benefit. To destroy you is no loss".


Juga ada papan tempat seorang laki2 yang menceritakan pengalaman saat dia ditangkap dan di penjara di S21. Pada saat itu dia masih anak2. Selain itu ada lukisan yang menggambarkan seorang tentara melemparkan seorang bayi keatas kemudian menembak bayi itu selagi dia melayang di udara! Sadiiissss.... Terlihat di lapangan, tiang2 yang dulunya dipakai untuk olah raga, pada masa Khmer Merah digunakan untuk menyiksa tahanan. Dengan posisi mengikat kaki tahanan diatas dan kepala dibawah, sesekali mencelupkan kepala tahanan ini ke dalam air agar dia mengaku apa yang dituduhkan penyidik Khmer Merah.




Melihat foto para korban yang difoto pada saat datang di penjara ini sungguh mengenaskan. Tatapan mereka kosong ada juga yang penuh kengerian seakan mereka tau kalo sudah datang ke sini hampir dipastikan tidak akan kembali. Di penjara ini tidak hanya laki2 namun perempuan pun dijadikan tahanan. Dan di ruangan terakhir, tampak jejeran tengkorak kepala manusia yang merupakan korban genocide yang dilakukan Khmer Merah di tempat ini. Buat saya, berada di tempat ini bukan karena merasa angker tapi lebih ke ngeri karena kekejaman Khmer Merah.

Penyiksaan dilukis oleh seorang pelukis bernama Vann Nath, yang dapat bertahan di penjara Toul Sleng. Vann Nath bisa selamat karena dia bisa melukis Pol Pot (pimpinan Khmer Merah) mirip dengan aslinya. Sebelumnya beberapa pelukis disiksa dan dibunuh karena tidak dapat melukis Pol Pot dengan mirip.

Namun Vann Nath harus kehilangan istrinya yang juga di penjara di Tuol Sleng dan dibunuh disana.

Keluar dari sana kita lanjut ke Russian Market. Si Mama pengen buru2 keluar dari S21 karena udah pusing berada di sana. Sampai di Russian Market, di diturunin di depan los pasar. Tukang tuktuknya bilang, ditunggu di tempat ini, jangan sampe nyasar.

Russian Market (Phsar Toul Tom Poung)

Nah... ini salah satu pasar yang kondang di Phnom Penh. Konon barang apapun ada disini. Saya sih udah gak pengen belanja. Tapi si Mama penasaran cari table runner yang gak biasa aja dan gak terlalu mahal. Akhirnya nemu juga table runner seharga USD 2 dengan berbagai warna dan bordiran. Hmmm... nampaknya Mama rada kalap nih belanjanya.

Kita sih gak lama2 disana secara udah males ngubek pasar dan gak ada yang dicari juga.

Syukurlah kita gak nyasar saat kembali ke tuktuk yang disewa. Dari pasar ini, kita melanjutkan perjalanan ke Choeung Ek, The Killing Fields.

Choeung Ek a.k.a. The Killing Fields

Choeung Ek terletak cukup jauh dari pusat kota dengan kondisi jalanan yang berdebu. Padahal itu jalan raya utama loh. Masih bagus jalan di kampung saya deh :P. Terlihat sepanjang jalan menuju Choeung Ek masih dalam pengerjaan. Panas dan berdebu.

Saking berdebunya, saya harus memakai masker dan kacamata hitam. Gak bisa buka mata tanpa kacamata. Saya sampe berasa rambut saya kaku kayak disemprot hairspray.

Dari jalan raya tuktuk berbelok ke kiri dan masuk ke perkampungan. Ternyata lokasi ladang pembantaian pada masa Khmer Merah berkuasa di berada di ujung desa.

Tiket masuk ke lokasi ini USD 3 dan sewa headset audio tour guide USD 3. Pilihan bahasa untuk audio guide cukup banyak; ada 15 bahasa termasuk bahasa Malaysia. Tapi... gak ada tuh bahasa Indonesia. Saya pilih bahasa Inggris dan Mama bahasa Melayu. Selain itu juga peta untuk berkeliling di sekitar killing fields. Jadi bisa disamakan antara TKP dengan keterangan melalui headset audio guide. Gak rugi deh sewa alat ini, kita jadi tau sejarah dari masih2 tempat. Coba museum2 di Indonesia dilengkapi dengan alat ini, pasti tambah seru setiap ke museum.

Sebetulnya tempat ini gak kalah  menyeramkan tau tepatnya mengerikan dari penjara S21 tapi karena killing fields ini tempatnya terbuka dan cukup banyak turis yang berkunjung rasa ngeri itu tertutupi.

Dimulai dengan berhenti di salah satu pohon yang dulunya digunakan untuk tempat pemberhentian truk2 yang mengangkut para tahanan dari penjara S21.

Saat ini dia sekitar Killing Fields hanya hamparan tanah berumput. Namun pada masa Khmer Merah berkuasa, tempat ini adalah ladang pembantaian (Killing Fields). Ada tempat pembantaian massal (genocide), ruang tempat penyumpanan benda2 untuk mengeksekusi para tahanan, ruang tempat penyimpanan bahan kimia dll.

Kog ada bahan kimia, untuk apa? Untuk menutupi bau bangkai dari mayat2 para tahanan yang dieksekusi disini. Biar penduduk di sekitar ladang ini gak curiga kalo ada pembantaian manusia. Bahak kimia yang digunakan tentara Khmer Merah untuk menutupi bau bangkai adalah DDT.

Di beberapa tempat tampak tumpukan baju para korban ditempatkan di kotak kaca. Gak tega ngeliatnya deh.

Di salah satu pohon, ada yang disebut "Magic Tree". Kenapa ya? Karena di Magic Tree ini di tempatkan speaker/pengeras suara yang memutar lagu2 mars dengan suara yang kencang untuk penutupi teriakan para korban yang sedang di eksekusi. Sinting!

Di akhir tour, terdapat tugu penghormatan bagi para korban kekejaman tentara Khmer Merah. Di dalam tugu ini juga terdapat ratusan tengkorang manusia korban Khmer Merah yang disusun bertingkat. Sesak dada ini mengunjungi 2 tempat terjadinya tragedi kemanusiaan dalam 1 hari.



Nyaris tengah hari, selesai sudah perjalanan dengan tuk tuk di hari ini. Kembali ke guest hourse dengan menempuh perjalana berdebu di tengah cuaca yang semakin terik.

Eh ternyata, tiket bis Mekong Express udah habis. Rada2 panik nih. akhirnya saya bilang mau pesen bis apa aja yang ke Ho Chi Minh besok pagi. Si resepsionis guest house jawab akan dicarikan.

Sampai di guest house, bersih2, makan siang dan mulai kembali berjalan. Kali ini tujuannya ke National Museum, Royal Palace dan Silver Pagoda.

National Museum of Cambodia

Masuk National Museum ini bayar USD 5/orang. Berasa di Amrik sono yang semuanya dibayar pake USD. Isi dari National Museum ini 11-12 lah sama Museum Nasional a.k.a. Gedung Gajah di Jakarta. Jadi ada beberapa artefak dari candi2 yang ada di Kamboja. Kebanyakan sih dari Angkor Wat. Silsilah raja2 sampai luas kerajaan Khmer.



Buat saya sih tempat ini gak terlalu menarik. Selesai dari sini langsung menuju Royal Palace. 

Royal Palace

Rada keder juga dimana pintu masuknya. Lah... lagian gak ada papan petunjuk untuk pintu masuk pengunjung. Ternyata royal Palace-nya masih tutup istirahat dan baru buka lagi nanti jam 14.00.

Ya udah, daripada balik lagi ke penginapan saya dan Mama memutuskan jalan2 di sekitar Riverfront. Gak jauh kog, kan seberangnya Royal Palace :P.

Belum jam 14.00 udah nyampe di depan pintu masuk Royal Palace. Belum buka sih, tapi uadah cukup banyak calon pengunjung yang nunggu.



Tiket masuk ke Royal Palace USD 6/orang. Gak ada guide juga gak ada papan penunjuk. Jadi ya cuma ngeliat2 bangunan. Agak masuk ke dalam terdapat Silver Pagoda. Jadi ya jangan terkecoh. bukan pagoda yang terbuat dari perak yang langsung keliatan tapi beberapa patung Buddha dalan benda2 lainya yang terbuat dari perak dan emas yang terdapat di dalam suatu bangunan.

Saya sempat terkecoh, muter2 nyari yang namanya silver pagoda. Padahal sebelumnya sudah masuk ke tempat ini.

Di pintu keluar banyak bunga2 dari pohon Bodhi yang berguguran. Nguping dari guide sekelompok turis, bunga ini umurnya gak lama. Setelah mekar di pagi hari kemudian akan jatuh di sore hari. Bunga Bodhi juga dipercaya mempunyai khasiat untuk kesehatan. Konon, Buddha dilahirkan dibawah pohon Bodhi.



Dari Royal Palace langsung kembali ke guest house. Ya udah sore juga sih. Beres2 packing, kan besok mau berangkat ke Ho Chi Minh.

Alhamdulillah... ternyata masih dapet tiket bis ke Ho Chi Minh City walaupun lebih mahal sedikit. Yang penting besok pagi bisa berangkat.

Kelar packing, malamnya kita makan di Warung Bali lagi sekalian pamitan sama Pak Min. Kali ini kita pesen tempe goreng. Udah kangen nih sama tempe :D. Seperti biasa, resto Pak Min ini tempat berkumpulnya para ekspatriat asal Indonesia. Hihihi...

5 Cities 4 Countries in 11 Days - Day 7 (Siem Reap - Phnom Penh)

Kamis, 5 September 2013
  1. Diamond Palace II (#29, Street 178) - USD 41.56 (IDR 428.068)
  2. Royal Palace USD 12,5
  3. Independence Monument
  4. National Museum USD 3
  5. Central market
  6. Silver Pagoda USD 6
  7. Wat Phnom (km 0 PP) USD 1
  8. Toto Ice Cream
Siem Reap

Sarapan pagi2 secara mau check out. Agak2 resah gelisah secara mobil yang jemput untuk ke pool bis telat datang. Dan bis ini emang brengsek! Saya ambil keberangkatan yang paling pagi; jam 07.30 eh baru berangkat jam 09.00. 2 perempuan di bangku sebelah udah misuh2 dan bolak balik komplen ke kantor perwakilan bus ini, secara saya lihat dia mau ngejar pesawat di Phnom Penh. Modus ini bis adalah secara penumpangnya gak penuh, jadi dia gabungin beberapa jadwal keberangkatan jadi satu kali. Akibatnya ada double seat booking. Kejadian yang saya alami, ada yang mengklaim tempat duduk saya. Tapi saya bilang saya pesan bis untuk keberangkatan yang paling pagi loh. Untung tuh bule2 ngerti dan pindah cari tempat duduk lain. Untungnya nih, bis jarang sekali berhenti untuk menurunkan/menaikkan penumpang.

Bis berhenti di Kampong Thom untuk istirahat, ada yang sarapan, ngupi2 atau sekedar ke toilet.


Saya turun karena kebelet pipis dan pas jalan menuju restoran numpang toilet saya liat pedagang aneka makanan di emperan trotoar. Ada udang, semacam belalang goreng daaannn… tarantula goreng. Beneran TARANTULA karena bentuknya masih utuh. Hitam besar gitu. Hiy…


Ibu saya yang tadinya gak mau turun pas diceritain akhirnya pengen turun pengen liat. Tapi dia nolak pas ditawarin apa mau beli tarantula goreng :D


Toilet di restoran tersebut lumayan bersih. Padahal pengen banget ngopi disana tapi takut ditinggal bus. Gak mahal juga sih USD 2 pake Illy Coffee lagi!


Phnom Penh


Bis turun di daerah Old Market (Psar Chas) Phnom Penh. Kata orang di pool bis, lumayan jauh dari situ ke penginepan kita. Pake tutuk 2 KHR yang setelah saya tawar jadi 1 KHR.

Lagi2 Tuhan mengulurkan tangannya untuk bantu kita. Lokasi penginapan sangat strategis! Deket ke Riverfront dan deket sama Warung Bali serta persis disampingnya Frangipani Royal Hotel. Itu loh hotel yang direkomendasiin sama boss saya karena yang punya tuh temen sekolahnya. Yaelah Pak, gak masuk budget saya kali. Jadi pilih di sebelahnya :P. Oiya, resto Warung Bali ini direkomendasiin sama temen saya yang kerja di Phnom Penh. Katanya makanan yang ada disana semua makahan khas Indonesia. Lumayan untuk tombo kangen :D


Eh jangan salah, ini guesthouse juga deket ke Royal Palace dan National Museum loh. Cuma selemparan batu aja, jalan kaki nyampe deh.


Seperti biasa, pas check in saya minta kamar di lantai terbawah. Ternyata kamar di lantai bawah sudah penuh jadi deh kita dapat di lantai 2. Lumayan tinggi dan tangganya sempit. Kamarnya lebih bagus daripada yang di Siem Reap dan menghadap ke jalan. Tersedia 2 botol air mineral dan ada hairdyer-nya.Tersedia minibar dengan isi aneka minuman. Salah satunya bir produksi Kamboja; Angkor Beer :D




Sebelum jalan2, booking bis dulu di respsionis. Ternyata Mekong Express gak ada yang paling pagi, jadilah kita booking yang agak siangan jam 8.30 pagi.


Juga booking tuktuk yang mau antar kita besok pagi ke penjara Tuol sleng, Russian Market & Cheung Ek (the killing fields), ongkosnya USD 20.


Riverfront


Setelah ke kamar, taro tas dan beberes sebentar, saya dan Mama keluar mau liat suasana di sekitar guest house. Wah… Riverfront sore ini lumayan rame. Banyak orang menikmati sore dengan kongkow2 di pinggir sungai. Gak lama2 disini secara udah mendung dan mulai gerimis. Waktu perjalanan balik ke guest house, kita mampir di Warung Bali. Dari beberapa pilihan menu, kita akhirnya pesan Soto Betawi untuk dibawa pulang. Sembari nunggu kita kenalan sama pemilik dari Warung Bali ini; Pak Kasimin (Pak Min) yang ternyata bukan orang Bali bahkan belom pernah ke Bali yang ternyata asalnya dari Cilacap. Karena Ibu saya pernah ikut Ayah dinas di Cilacap, jadi aja deh dia ngobrol uplek sama Pak Min. 



Dari ngobrol2 dengan Pak Min, katanya mau ada demo besar terkait dengan ketidakpuasan rakyat atas hasil pemilu dan ternyata bukan tanggal 8 tapi 7 September. Berarti pas hari dimana saya dan Ibu saya berangkat ke Ho Chi Minh tuh. Apa gara2 itu jadi si Mekong Express udah full? Waduh… udah mulai panik nih. Kudu mesti harus dapet tiket bis ke Ho Chi Minh yang paling pagi!


Masih penasaran sama Toto Ice Cream nih. Sayang agak jauh dari guest house.

Itinerary-nya jadi berubah:
  1. Tuktuk dari pool bis ke guesthouse USD 1
  2. Diamond Palace II (#29, Street 178) - USD 41.56
  3. Riverfront tanpa menyusuri sungai dengan boat
  4. Warung Bali

Friday, October 11, 2013

5 Cities 4 Countries in 11 Days - Day 6 (Siem Reap)

Rabu, 4 September 2013

1. Danau Tonle Sap (1 day incl. lunch) USD 27 by Taraboat

2. FCC Angkor
3. Angkor National Museum USD 12 09.00 – 18.00
4. Central market
5. French Quarter


Seperti biasa, pagi2 sudah duduk manis di ruang tamu guest house nunggu jemputan dari Tara Tour yang akan antar kita untuk keliling Tonle Sap yang konon katanya merupakan danau terluas se Asia Tenggara. Tiket untuk keliling Tonle Sap juga udah dibeli online sebelumnya. Tapi bayarnya pas hari H. Buat saya mending ikut tur deh secara dari tengah kota ke dermaga Tonle Sap tuh jauh.

Tonle Sap

Tonle Sap merupakan danau air tawar terluas di Asia Tenggara. Terlebih pada musim penghujan. Air di danau ini semakin tinggi. Suasana tempat2 menuju dermaga Tonle Sap tuh kayak kampung2 di Indonesia. Saya beruntung mengunjungi Tonle Sap saat musim hujan. Karena bisa melihat aktivitas penduduk. Karena kalau saat musim panas/kemarau, air sungai akan menyusut dan daratan menjadi lebih luas.

Di tengah perjalanan menuju dermaga Tonle Sap, saya ngobrol banyak dengan si guide ini. Mengenai Kamboja, Khmer Merah dan sedikit mengenai situasi politik Kamboja saat ini. Kamboja belum lama ini mengada pemilhan umum untuk memilih perdana menteri. Mayoritas generasi muda disana tidak menghendaki PM incumbent Hun Sen untuk berkuasa lagi. Mereka menginginkan perubahan di negaranya. Pengumuman pemenang hasil pemilu sendiri baru akan diumumkan dalam beberapa hari lagi. Katanya sih, secara hitung cepat partainya Hun Sen meraih banyak suara tapi generasi muda mencurigai adanya kecurangan dalam pemilu tersebut. Tapi bagaimanapun kondisi rakyat kamboja ini dulu dan sekarang bahkan di saat sulit pada era Khmer Merah, rakyat Kamboja sangat menyayangi dan mencintai raja mereka.

Terlihat banyak orang miskin di sekitar Tonle Sap. Informasi yang saya dengan sebagian besar para penghuni Tonle Sap ini adalah orang Vietnam yang mengungsi saat perang saudara. Selain rumah penduduk ada juga sekolah, gereja bahkan rumah sakit.


Rumah terapung yang didiami penduduk di sekitar Tonle Sap tidak bersifat permanen. Jadi saat musum kemarau, rumah2 ini akan berpindah tempat. Oleh karena itu juga tidak ada listrik terpasang. Mereka menggunakan accu atau genset. Di sungai ini juga ada tempat penangkaran buaya. Kata si guide sih, selama ini belum pernah terdenganr ada buaya di penangkaran yang lepas ke danau ini.




Oiya, ada beberapa anak kecil dengan ularnya yang sering mendekati para turis untuk foto bersama. Tentunya dengan bayaran. Jadi jangan asal foto2 aja ya. Pekerja anak/pengemis anak2 juga menjadi issue di Kamboja. Si guide bilang, jangan kasih uang ke anak2 itu, karena itu menjadikan anak2 dan keluarganya menjadi malas. Yaelah... sama aja tuh kayak di Indonesia. Saya orang yang paling kejam kalo menghadapi pengemis/pengamen yang nyanyinya ngasal. Apalagi pengemis anak2.

Di tengah danau ada marka yang menunjukkan ketinggian air. Semacam tiang bergaris2 dengan angka2 meter gitu. Dan sepanjang perjalanan, yang terlihat hanya air berwarna coklat. Menjelang jam 11 boat yang kita tumpangi merapat ke kapal Tara untuk makan siang. menunya bisa dipilih. Saya dan Mama memilih Lokla (semacam semur daging ala Kamboja) dan tumis sayuran aka capcay.



Total tour beserta makan siang dan transfer dari dan ke guest house sih cuma 3 jam. Keliatannya baru agak siangan banyak turis yang berkunjung ke Tonle Sap ini karena pas kita mau kembali banyak boat berseliweran mengangkut turis2.

Sekitar jam 11an sudah kembali ke guest house. Tadinya mau keliling Pub Street, Night Market dll tapi ini kaki kog mendadak lemes dan mama pun bilang mau istirahat aja. Ya udah, akhirnya diem di guest house, buka2 e-mail dan socmed. Sekalian konfirmasi late check in di penginapan di Singapura. Eh gak lama kemudian mati lampu. Ya ampun sering banget sih. Lumayan lama lagi. ya udah ditinggal tidur siang dulu deh :D.

Agak sore saya dan Ibu saya, jalan2 sepanjang Night Market. Masih sepi, belum pada buka. Jadiya semacam survey aja. Nanti malem baru balik lagi. Pulangnya seperti biasa, mampir dulu di India Gate. Kali ini selain beli mango lassi juga beli nasi bryani. Ebuset, ini kog porsinya gede banget. 1 porsi bisa buat dimakan 2 orang nih.

Night Market & Pub Street

Sekitar jam 8 malem, kita keluar lagi. Kali ini ruameee banget. Lampu2 jalan dan penunjuk Night Market dan Pub Street udah pada nyala menambah semaraknya malam. Sepanjang jalan banyak penyedia jasa foot massage. You know what??? Di Night Market ini banyak barang lucu2. Aneka Krama, celana panjang model harlem, baju2, dll. Hadeuh... Tuh kan... si Ibu belanja lagi. Kali ini dia beli 2 celana harlem. Inget kapasitas bagasi Bu...



Tambah blusukan ke Night Market tambah banyak barang yang bikin kalap untuk dibeli. Harganyapun bersahabat. Selesai ngubek Night Market pulangnya kita muterin Pub Street. Yah... gitu deh. Sesuai namanya sepanjang jalan ini isinya resto, bar dan pub. Pengunjungnya mayoritas WNA. Aneka macam makanan. Barbecue, Italian, Seafood dll. Seru deh. Tapi kita gak makan disini loh. Setelah itu langsung cuzz ke guest house. Persiapan untuk besok pagi2 berangkat menuju Phnom Penh.



Itinerary akhirnya jadi:
  1. Danau Tonle Sap (1 day) USD 27 by Taraboat
  2. Tips guide USD 1
  3. Night Market
  4. Pub Street

5 Cities 4 Countries in 11 Days - Day 5 (Siem Reap)

Selasa, 3 September 2013

  1. Angkor Wat (1 day) USD 20 + USD 20 tuk2 08.00 – 15.00
  2. Tips tukang tuktuk USD 1
  3. Old Market
Pagi2 udah duduk manis di ruang tamu guest house nunggu dijemput tukang tuktuk untuk ke Angkor Wat. Sambil isi waktu iseng2 buka social media pake PC yang ada di ruang tamu GH. Gretong bo… Tau gitu semaleman saya pake deh :D. Gak lama si tukang tuktuk dateng pake kertas yg tertulis nama saya. Bayar USD 15 plus dapet 3 botol air minum dan tisu basah. Sebetulnya akan jauh lebih murah kalo kita pergi ber-empat (sesuai kapasitas tempat duduk di tuktuk) karena USD 15 itu dihitung 1 tuktuk bukan per orang.

Eh ini tuktuk pesennya via online loh. Sebetulnya yang punya website tuh Mr Lim tapi secara dia udah dibuking di hari saya mau ke Angkor Wat, dia kasih ke temennya. Gak masalah sih. Tapi hebat ya, tukang tuktuk aja sampe punya website buat promo.

Angkor Wat

Dari penginapan ke kompleks candi Angkor Wat agak jauh dengan cuaca panas yang cetar membahenol plus jalanan berdebu. Jadi jangan salah ya, Angkor Wat itu Cuma nama salah satu candi yang ada di taman arkeologi Angkor Wat yang sangat luas Di pintu masuk ke Angkor Wat ini, ada loket untuk membeli tiket masuk. Ada beberapa tiket yang dijual; tiket yang berlaku untuk 1 hari, 2 hari atau 3 hari. Harga sama untuk per hari-nya yaitu USD 20. Tiket masuk ini unik, selain tertera hari & tanggal kunjungan kita di Angkor Wat juga di print dengan foto kita pada saat membeli tiket. Jadi pose yang okeh ya :D.



Seharian keliling Angkor Wat. Candi pertama yang dikunjungi ya Angkor Wat. Oiya, candi Angkor Wat ini seperti yang tergambar di tengah bendera Kamboja. Mungkin sebaiknya ke Angkor Wat ini agak sorean kali ya. Karena gambar candi yang terbentuk di air di danau sekitarnya jadi gelap saat saya datang (back light).



Cukup luas juga candi ini. Di bagian dalam terdapat candi yang tinggi. Kudu naik tangga! Mama sih gak ikut2an naik. Oiya, pas naik tangga, pengunjung dilarang pake topi dan/atau kacamata hitam. Gile bener! Panas2 gini. Jadi yah, sekedar tips dari saya, kalo di kantor ada latihan evakuasi kebakaran/fire drill, rajin2 ikutan. Lumayan tuh melatih kaki naik turun tangga :P.

Etapi jangan salah loh, gak cuma yang muda2 aja, sempet ngeliat beberapa orang tua, bahkan lebih tua dari Mama saya, ikuta naik keatas. diatas banyak arca Budha dengan posisi menduduki ular, mirip dengan patung Buddha yang ada di Jim Thompsom House & Museum di Bangkok. Di beberapa bagian kelihatan sekelompok pengunjung dengan berpakaian seragam sedang berdoa.

Di satu tempat ada ada seorang perempuan semacam pendeta tapi bukan Bikhuni loh, sedang berdoa kemudian memberi dan mengikat gelang ke beberapa pengunjung. Pengunjung2 tersebut memberikan derma berupa uang secara sukarela. Saya gak tau apakah ini beneran atau cuma akal2an aja untuk mendapat uang. Tapi akhirnya saya ikut2an juga. Yah biar ada cerita aja :D. Eh si Bikhuni ngira saya orang Kamboja loh. Kenapa sih gak ada yang nebak saya tuh dari Indonesia?

Hmmm.... jadi semua candi2 di taman arkeologi angkor Wat ini masih belum 100% selesai direstorasi/dipugar. malah beberapa candi salam keadaan tidak berbentuk. Dalam rangka memugar candi2 di sekitar taman ini, didukung oleh Unesco yang juga dibantu oleh negara2 donor seperti Malaysia, India, Czech, Jerman, Perancis dll. Di tiap candi terpampang papan informasi negara2 yang membantu. Tapi sayangnya tidak ada papan informasi nama dari masing2 candi tersebut dan fungsinya. Jadi ya kayak berkunjung ke tempat dimana tumpukan batu 2 aja.

Kelar dari Angkor Wat menuju ke Bayon. Melewati gapura gerbang menuju Bayon. cantik banget di sini. Di kiri kanan jalan menuju gerbang berjejer patung2. Bayon candi yang terdiri dari beberapa patung Buddha dengan 4 muka. Sekali lagi si Mama gak ikut2an naik, nunggu di teras bawah aja. Pas mau pulang kog saya gak nemu jalan pas masuk tadi ya? Agak2 nyasar pas mau balik. Jadi aja deh saya jalan lumayan jauh.



Agak bete sama penjaga taman arkeologikal di Bayon, masa' dia tanya di negara saya ada gak candi seperti yang ada di Angkor Wat. Langsung saya jawab, banyak dan tersebar di berbagai propinsi di Indonesia. Menurut lo, cuma negara lo aja yang punya kompleks candi?

Eh ada yang salah kostum tuh, mau ngider candi tapi pake dress tank top dan high heels. Ribet deh. Sementara pasangannya cuek aja pake t-shirt dan celana pendek.

Dari Bayon dilanjutkan ke kunjungan ke candi2 lainnya yang saya gak tau namanya diperparah dengan gak adanya papan informasi. Sebetulnya termasuk ke terrace of the lepper king. Gak tau yah kenapa dinamain seperti itu. Dan memang sampai saat ini belum ditemukan siapa yang dimaksud lepper king.

Jujur aja, saya jadi bosen secara gak bisa menikmati keindahan candi2 itu. Sampe saya nanya ke tukang tuktuknya berapa candi lagi yang akan didatengin.

Oiya, waktu lagi jalan ke salah satu candi saya didekati oleh seorang anak yang mungkin berumur sekitar 7-8 tahun meminta donasi untuk sekolahnya. Yah semacam pengemis anak2 gitu. Etapi ya bo... bahasa Inggris-nya banjir banget! Jadi minta2nya pake bahasa Inggris.

Akhirya sampe juga ke candi terakhir yaitu Ta Phom yaitu candi yang pernah dipake shooting film Tomb Raider, dimana si Lara Croft berayun2 di dalam candi ini.

Diantar tuktuk sampai West Gate candi Ta Phrom tempat shooting Tomb Rider dan nanti akan dijemput di East Gate. rutenya begitu, karena candi ini cukup luas.

Dari gerbang menuju candi, ada sekumpulan orang2 memainkan alat musik tradisional. Mereka adalah korban ranjau darat yang diberdayakan untuk memainkan alat musik dengan harapan pengunjung memberikan donasi.


Di candi Ta Phrom ada tempat dimana saat kita menepuk dada kita, maka suaranya akan bergema. Anehnya hal ini tidak terjadi saat kita berbicara ataupun bertepuk tangan.

Dan... kunjungan ke Angkor Wat ini selesai sudah. sekitar jam 3an kita pulang dan minta diturunin di Old Market sama tukang tuktuk. Masalah timbul karena saya kehabisan uang USD 10 sementara si tukang tuktuk gak punya kembalian waktu saya kasih USD 50. Akhirnya saya tukar USD ke nominal yang lebih kecil di toko sekitar. Beneran deh, USD tuh mata uang untuk transaksi segala macam. Tuker USD pun gak susah, bisa dimana aja.

Kasih sedikit uang tips ke tukang tuktuk secara selama kita keliling Angkor Wat, beberapa kali dia tanya kita mau makan siang gak. Yah... Mama saya kan fanatik banget. Dia gak bakal bisa makan di tempat yang mayoritas non muslim. emang sih di beberapa blog saya baca, biasanya tukan tuktuk ini diajak makan saat kita makan siang di sekitar Angkor Wat.

Old Market (Phsar Chas)


Kali ini beneran muterin Old Market dan ujung2nya belanja lagi deh :D. Nambah beli krama secara setelah dihitung2 masih kurang trus si Mama kesampean juga beli celana komprang ditambah beli tempelan magnet di kulkas. Suka deh, tempelan kulkas ini menggambarkan semua mengenai Kamboja; gajah, bendera dan Angkor Wat. Eh beli blouse juga deng. Hihihi...

Pulangnya mampir lagi di Indian Gate beli nasi & minum Mango Lassi. Duuuhhh... mango lassi-nya bikin nagih nih. Segaaarrr...


Hari ini ditutup dengan leyeh2 di guest house aja. Mending ngadem, nyuci2 baju dan beres2 koper deh.


Eh pas mau tidur mati lampu! Untung bawa senter, lumayanlah biar gak nabrak2 pas jalan.

Thursday, October 10, 2013

5 Cities 4 Countries in 11 Days - Day 4 (Bangkok - Siem Reap)

Bangkok - Siem Reap
Senin, 2 September 2013
  1. Casino Bus (Bangkok - Aranyaprathet) THB 200/pax
  2. Ladybug Guesthouse (Steung Thmey, Svay Dangkum) - IDR 394,058.00 (USD 39.00)
  3. Cultural Village (better 13.30 onwards) USD 12
  4. Artisan Angkor 08.00 – 18.00
  5. War Museum USD 3 08.00 – 17.00
  6. Pub Street
Bangkok

05.00 udah check out dari hotel & ngembaliin kunci kamar biar dapet deposit kunci 500 THB. Check out pagi2 demi mengejar Casino Bus di Lumphini Park yang akan menuju perbatasan Thailand dengan Kamboja. Sebetulnya ada beberapa alternatif kendaraan menuju perbatasan Thailand-Kamboja ini. Bisa dengan bus dari terminal Mo Chit atau dengan minivan di Democracy Monument. Harga tiketnyanya pun beda tipis. Saya memilih Casino Bus karena bus yang terpagi yang berangkat dari Bangkok menuju Aranyaprathet.


Ini mah harus pake taxi secara bus belum tentu ada yg lewat udah gitu belom tentu langsung ke Lumphini Park. Akhirnya naik taxi dari depan hotel setelah nanya kita mau pake meter (argo). Ternyata lumayan jauh untung Mas sopirnya agak ngebut. Cuma menghabiskan 81 THB aja dan sampe di samping Casino Bus udah disambut sama Enci2 petugasnya. Langsung tuh koper saya diambil dari bagasi taxi kemudian dimasukin ke bus. Casino Bus ini bentuknya double dekker alias bis tingkat. Bayar 200 THB/orang dan bus berangkat jam 05.25.

Lah… ini orang2 di bus kog keliatannya kagak ada yang bisa bahasa enggres ya? Terpaksa deh clingak clinguk dan tetap waspada setiap bus berenti, takut2 itu udah sampe tujuan. Eh masa semua penumpang dapet kopi susu dan cemilan berupa gorengan, saya berdua Ibu kog dilewatin aja sih? Akhirnya kita masing2 dapet 1 gelas air mineral. Setelah menempuh perjalanan sekitar 4 jam, sampe di Arranyaprathet.

Aranyaprathet

Ebuset ini tempat imigrasi kog gak keren gini sih? Lokasinya di Rongkleu Market di Arranyaprathet. Aslik pasar beneran yang di sekitarnya ada terminal bus. Sempet bingung nyari kantor imigrasinya secara gak ada signage-nya. Loket imigrasi terpisah untuk pemegang passport Thailand & Kamboja (dalam satu barisan) dan pemegang passport selain kedua negara itu di barisan lainnya di dalam kantor imigrasi yang sederhana.

Beres di imigrasi Thailand blusukan lagi nyari imigrasi Kamboja. Rada2 ribet sih. Di sepanjang jalan becek menuju imigrasi Kamboja berdiri beberapa bangunan keren yang ternyata itu adalah casino. Hebat yah, kedua negara ini bikin casino di perbatasan. Senangnya bisa foto di depan gerbang “Welcome to Cambodia”!

Poipet


Ahirnya menginjakkan kaki di di Kamboja, The Kingdom of Water! Jangan bayangkan kantor imigrasi Kamboja itu sebuah kantor yang nyaman. Salah besar! Ini mah kayak loket bus dan tanpa AC. Sebelumnya kudu ngisi kartu imigrasi dan pas di loket imigrasi harus scan jari tangan.



Jadi ya, perbatasan Thailand & kamboja di tempat ini adalah Arranyaprathet (Thailand) dan Poipet (Kamboja)

Bingung cari angkutan ke Siem Reap secara di Kamboja gak ada tuh bus umum. Pilihan transportasi cuma 2; yaitu sewa mobil atau pake tuktuk yang kudu ditawar.

Pake bus resmi yang gratis sampe ke Poipet Tourist Passenger International Terminal tempat berbagai jenis angkutan menuju Siem Reap. Ada bis, sewa mobil atau rame2 sewa van.

Tuker duit THB & USD ke KHR disini. 1 USD = 3.800 KHR walaupun resminya 1 USD = 4.000 KHR. Mutusin naek van sama bule2 backpacker sampe Siem Reap, bayar 10 USD atau 40.000 KHR/orang. Kata petugasnya, sampe di SR udah ada tuktuk gratis yang akan mengantar ke penginapan.

Sakit hati! Ternyata mata uang Rupiah gak berarti disini. Padahal Ringgit Malaysia masih bisa ditukar ke KHR loh.

Siem Reap

Ditipu! Ternyata gak ada tuh tuktuk gretong yang nganter ke penginepan. Boro2 gretong. Jumlah tuktuk yang mangkal aja gak sebanding sama jumlah penumpang van ini. Ditawarin pake private car seharga 40.000 KHR trus ditawarin tur ke Angkor Wat & Tonle Sap, nanya2 saya mau kemana aja. Saya kasih tau jadwal selama di Siem Reap dan udah booking via online. Ditawarin juga ke Angkor Wat sore ini juga. Saya jawab hari ini mau istirahat di penginepan aja, kasian Ibu saya ntar kecapean. Lagian udah nyaris sore gitu.

Akhirnya setelah ditawar saya bayar 30.000 KHR berdua naik mobil untuk dianter ke penginepan. Saya gak respek banget sama sopir ini. Pake nanya2 di Indonesia ada gak kerjaan buat dia. Hellooo… ngana pikir torang punya negara bisa kasih kerjaan gitu aja ke WN laen???

Di penginepan saya langsung tanya sama resepsionisnya, apa dia jual tiket bus ke Phnom Penh trus dijawab jual. Nah… di poster yg dipajang di resepsionis cuma ada 2 merk bus; Sorya & Sokha Komar Tep. Tapi si resepsionis sih bilang mending pilih Sokha Komar Tep, karena penumpang bus Sorya lebih banyak warga lokal yang berarti lebih sering berhenti untuk menaikkan/menurunkan penumpang.

Pas tanya Giant Ibis, eh dia bilang itu mah bis VIP. Yg harganya lebih mahal. Ya udah langsung booking tiket ke Phom Penh untuk 2 orang. Tiket bis Sokha ini 8 USD/orang lumayanlah dibanding Giant Ibis yang harganya 14 USD/orang. Sekalian juga beli air minum. Ternyata disini gak ada tuh air minum yang isi 5 liter tapi adanya mini gallon. Ya udah beli aja, harganya USD 3. Sekalian juga saya minta peta Siem Reap. Di guest house ini juga menyediakan layanan laundry; USD 1 untuk 1 kg. Di resepsionis ini saya tanya apakah mereka punya peta Phnom Penh dan kalau punya saya minta satu. Untungnya mereka punya dan diberikan satu untuk saya.

Sama si resepsionis ini saya sempet ngobrol2 mengenai kejadian scam yang menimpa saya. Hmmm... sepertinya mereka sudah mendengar banyak kejadian seperti ini dari tamu lain, tapi secara memang disana ekonomi memang sulit, si resepsionis ini gak bisa bilang itu bener atau salah. Malah dia bilang kalau saya info ke penginapan detail kedatangan, mereka akan menyediakan penjemputan gratis. Hellooow.... tempat saya tadi diturunin aja gak tau daerahnya, gimana mau minta dijemput. Ya sudahlah, anggep aja lagi buang sial.

Oiya, di Kamboja, jalan diperuntukan untuk kendaraan dengan setir/kemudi di sisi kiri. Namun masih ada kendaraan yang kemudinya di sisi kanan. Gile, apa kagak pusing tuh yang nyetir!

Artisan d'Angkor


Setelah beberes, kita ke Artisan Angkor yang lokasinya tepat di seberang penginapan. Artisan Angkor ini tempat pembuatan kerajinan tangan. Khusus yang disini, yang dikerjakan antara lain pembuatan patung dari batu, lukisan kaca, patung dari kayu dan sebagainya. Beberapa pengrajinnya adalah kaum difabel. Salah satu misi dari Artisan Angkor adalah memberdayakan kaum difabel. Untuk keliling bengkel kerja ini harus ditemani guide. Walaupun tanpa bayar tiket masuk tapi untuk guide ini pengunjung membayar secara sukarela. Duuuhhh... paling males deh kalo pake cara sukarela.

Di toko cinderamata dijual semua kerajinan tangan yang dihasilkan Artisan Angkor termasuk kain sutera yang warnanya cantik2 berupa baju, shawl, taplak meja, table runner dll, ada juga T-shirt. Hadeuh... itu aneka sutera teramat sangat cantik. Nah... disini gw beli 1 T-shirt untuk adik saya. Oiya, di Artisan Angkor ini juga menyediakan free tour dengan bis ke peternakan ulat sutera yang letaknya agak jauh dari sini. Ah tapi liat nanti deh.


Setelah kelar keliling Artisan angkor, kita lanjut survey sekitar penginepan. Wow… ternyata lokasi penginepan ini strategis banget. Walaupun terletak di perumahan warga lokal dan masuk ke jalan kecil tapi dekat kemana2. Cuma selemparan batu ke Old Market, Pub Street dan Night Market. Udah gitu banyak resto bertebaran. Tapi gak ada satu pun resto franchinse internasional semacam McD, BK, Starbuck dll. Eh pas mau ke Old Market, ngeliat resto India tuh. nanti pas pulang coba tanya dia jual nasi gak ya. Eh pasar dalam bahasa Kamboja adalah Phsar. Hampir mirip ya dengan bahasa Indonesia.


Old Market (Phsar Chas)

Dimulailah ngubek2 Old Market untuk cari oleh2 yang unik. Saya sih udah tau mau beli apa; KRAMA! Syal khas Khmer bermotif kotak2. Ebuset deh ini negara beneran deh menggunakan USD sebagai mata uang untuk semua transaksi. Ini saya belanja di pasar tradisional dengan lapak2 loh, bukan di toko apalagi butik. Jadi semua barang ditawarkan dalan USD namun kita bisa membayar dalam KHR. Bener kata temen saya yang tinggal dan bekerja di Phnom Penh, bahwa saya gak perlu nuker KHR, bawa aja USD dan saya masih bisa bertransaksi untuk membeli apapun.



Di Old Market saya dapat beberapa Krama dari kain katun dengan warna2 yang cantik seharga 1 USD satunya. Sementara si Mama beli beberapa table liner seharga 5 USD satunya. Juga di lapak lain kita beli 1 kaos lagi untuk adik saya. Yah... itung2 gantian lah. Tahun lalu dia gak dibeliin apapun waktu saya dan Ibu ke Ho Chi Minh City.



Lucu deh, di pasar ini bumbu masak tidak dijual dadakan ditimbang tapi sudah dikemas dalam plastik. Sepertinya lengkap, semua bumbu dapur dijual disini selain sayuran dan aneka buah.

Waktu jalan pulang kita mampir ke resto Indian Gate yang ternyata menjual nasi dengan harga 0.5 USD/porsi. Kita beli 4 buat makan sore dan sarapan besok. Eh jangan berharap bisa menikmati tayangan program/film bagus di TV ya. Isinya sinetron Kamboja atau lagu2 berbahasa Kamboja juga! Etapi ternyata ada channel TV Malaysia loh. Si Ibu seneng tuh bisa liat sinetron, berita ataupun ceramah agama.

Oiya, hari ini ada beberapa tujuan yang dihilangkan karena sulitnya sarana transportasi. Sebetulnya gak sulit sih, tapi secara kita gak tau seberapa jauh jarak yang akan ditempuh, jadi ogah ribet tawar menawar tuktuk.

  1. Casino Bus dari Bangkok ke Aranyaprathet THB 200/orang
  2. Ladybug Guesthouse (Steung Thmey, Svay Dangkum) - IDR 394,058.00 (USD 39.00)
  3. Share cost minivan ke Siem Reap USD 10/orang
  4. Sewa mobil (terpaksa) sampai ke guest house KHR 30.000
  5. Artisan Angkor 08.00 – 18.00, Donasi USD 1 (sukarela)
  6. Old Market