Pages

Monday, October 27, 2014

Night At The Museum - Amazing Race at Museum Bank Indonesia

Museum Bank Indonesia
Sabtu, 31 Agustus 2014
17.30 WIB - selesai

Penasaran saya pengen ikut banget acara ini. Dan kebetulan pada hari pelaksanaan acara ini, saya belum punya rencana apapun. Harap2 cemas juga sih secara dari banyaknya calon peserta yang mendaftar, panitia akan hanya akan memilih 100 peserta.
Sebelumnya harus mengisi formulir pendaftaran melalui website. That's it! tinggal tunggu konfirmasi dari panitia.

Dan saya terpilih untuk mengikuti acara ini. Jadi agak susah juga ya kalo mengajak teman karena belum tentu kita terpilih bersama2.

Hari yang dinanti, datang juga. Sampai di Museum BI, masih cukup lama untuk mulai. Setelah daftar ulang dan mendapar snack, saya keluar lagi untuk menuju Taman Fatahillah. Eh ternyata di samping Museum BI sudah tersedia kedai makanan dan minuman. kapan2 mau coba ngopi2 disana deh.

Taman Fatahillah masih belum berubah saat saya kesana. Rame oleh pedagang kaki lima dan semrawut. Tidak terlihat keindahan gedung2 bersejarah yang terdapat disana; seperti Museum Sejarah Jakarta (yang dulunya adalah Balai Kota/Staadhuis) dan Museum Wayang (yang dulunya adalah gereja dan pemakaman sebelum gempa besar di Batavia). Untuk berjalan pun agak susah saking ramenya; pengunjung dan penjual.

Kembali ke Museum BI, untuk masuk ke dalam museum, peserta tidak diperbolehkan membawa tas besar; hanya barang2 berharga yang boleh dibawa (dompet, handphone dan kamera). Sementara barang/tas lainnya disimpan di tempat penitipan barang dan diberi nomor penitipan. Pengunjung juga dipinjamkan tas kecil untuk menyimpan barang2 berharga yang akan dibawa masuk. Tas tersebut nantinya harus dikembalikan di tempat penitipan barang.

Semua peserta dan panitia berkumpul di ruang auditorium yang terletak di lantai 1. Kemudian peserta dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 orang

Tiap kelompok diberi nama tokoh2 / lembaga / gedung yang berhubungan dengan perbankan di Batavia/Indonesia.


Kelompok saya diberi nama salah satu Direktur De Javasche Bank yang yang pernah menjabat di Batavia; R.E. Smits.


Kelompok yang dapat menyelesaikan tugas dengan lengkap dan tercepat akan mendapatkan hadiah untuk masing2 anggota kelompok; juara 3 power bank, juara 2 DVD player dan juara 1 IPod. Keren ya...


Diawal acara, masing2 kelompok diberikan 2 amplop yang masing berisi clue untuk menuju pos pertama dan pos bonus.

Amplop berisi clue pos pertama hanya boleh dibuka di luar auditorium dan amplop untuk clue terakhir baru boleh dibuka setelah menyelesaikan tugas di pos ke 5

Pos 1 bertempat di auditorium dengan tugas menyusun puzzle yang merupakan wajah seseorang dan menyebutkan nama serta jabatan yang pernah dipegang. Kelompok saya agak susah nih, karena wajah seseorang dari masa lampau yang ternyata adalah orang Indonesia pertama yang menjabat sebagai Direktur terakhir De Javasche Bank; Sjafruddin Prawiranegara


Pos 2 bertempat di ruang serbaguna yang biasa digunakan untuk mengadakan pameran. tugas di pos ini adalah mengisi TTS yang merupakan nama tempat dan orang


Pos 3 bertempat di taman terbuka dengan tugas permainan kata berkait. Satu orang ditunjuk untuk menebak tempat/nama yang disampaikan per kata oleh 3 orang teman seregunya. Ketiga kata tersebut jika dirangkai menjadi kata kunci untuk menebak nama tempat/orang


Pos 4 bertempat di ruang numismatik dengan di beri kata kunci untuk menemukan sebuah uang logam di dalam ruang numismatik. Setelah uang logam yang dimaksud ditemukan kemudian keluar dan menggambar uang logam tersebut. Tidak boleh menggunakan kamera untuk memoto dan tidak bokeh digambar di dalam. Hanya mengandalkan ingatan dari masing2 anggota regu.


Pos 5 bertempat di ruang teater dan diberi kata kunci untuk mencari lokasi yang ditentukan dan kemudian semua anggota kelompok berfoto bersama di lokasi tersebut


Pos 6 yang merupakan pos bonus bertempat di ruang bawah tanah yang merupakan ruang tempat menyimpan mesin pencetak uang. Di tempat ini harus menemukan huruf M, B atau I. Hanya 1 orang dari masing2 kelompok yang diperbolehkan untuk masuk ke ruangan ini dan mencari huruf yang dimaksud. Maaf ya gak bisa ngebantu...


Ternyata kelompok saya tidak berhasil menemukan salah satu huruf yang dimaksud. Ya... melayang deh hadiah2 itu...


Masing2 pos harus dicari berdasarkan clue yang diberikan di setiap amplop. Lebih baik sih dalam suatu kelompok ada yang sudah pernah berkeliling di Museum BI jadi gak bingung untuk mencari tiap pos-nya. Tapi jangan khawatir, walaupun baru sekali tiu ke museum BI, di buku panduan acara, terdapat peta dari seluruh bangunan di museum BI kog.


Setelah menemukan semua pos dan menyelesaikan tugas di masing2 pos, peserta berkumpul di ruang terbuka di tengan Museum BI.

Telah disediakan makan malam di taman ruang terbuka di tengah museum BI dengan menu sate ayam dan lontong dan bakwan Malang. Enaaakkk....

Keren deh bikin acara di ruang terbuka di Museum BI ini dengan latar belakang gedung BI yang megah berasa kelempar ke zaman dulu nih.

Wisata Kuliner ke Bogor

Sabtu, 13 September 2014

Jam 08:00 - 17:00 WIB
Meeting point : Stasiun KA Bogor


08:00 - 08:30 Registrasi ulang di Stasiun KA Bogor
08:45 - 09:00 Mengunjungi the legendary Bogor Permai Bakery & Restaurant (since 1963)
09:00 - 09:30 Makan Toge Goreng Ibu Hj. Omah
09:30 - 09:40 Menuju Sop Buntut Sapi Mang Endang Incu Ma' Emun
09:40 - 10:30 Menikmati Sop Buntut Sapi Mang Endang Incu Ma' Emun (seporsi buntut sapi diikat dalam tali dari bambu)
10:30 - 10:45 Menuju Kawasan Surya Kencana
11:00 - 11:30 Mencicipi kenikmatan Soto Kuning Bogor Pak. M. Yusuf
11:30 - 11:40 Menuju kawasan Gang Aut
11:40 - 12:40 Hunting kuliner Gang Aut: Bakso Kikil, Laksa Bogor, Ngohiang, Es Cincau, Bir Kocok, dll
12:40 - 12:50 Menuju Asinan Gedong Dalam
12:50 - 13:50 Mencicipi dan membeli Asinan Gedong Dalam, serta aneka jajanan seperti es pala, es mangga, es duren dan aneka oleh-oleh
13:50 - 14:10 Menuju Roti Unyil
14:10 - 15:00 Beli oleh-oleh Roti Unyil
15:00 - 15:15 Menuju Michelle Bakery
15:15 - 15:35 Mengunjungi Michelle Bakery (highlights: kue Sus, cheesecake, blueberry cake)
15:35 - 16:00 Mampir ke Miss Pumpkin (kue lapis Bogor unik dari labu parang / pumpkin)
16:00 - 16:20 Menuju Macaroni Panggang
16:20 - 17:20 Menikmati aneka hidangan di Macaroni Panggan


Harga Wisata kuliner Rp 85.000,- per peserta, termasuk ID-card, Sinopsis Tur, kunjungan ke semua obyek kuliner sesuai jadwal, tour guide, air minum dalam kemasan dan ongkos angkutan umum dalam kota Bogor.

Setelah sekian lama gak melatih lidah mencicipi aneka makanan khas suatu kota, kali ini saya bergabung dengan suatu kelompok yang mengadakan wisata kuliner ke kota Bogor. Selama ini sih saya taunya cuma di sepanjang jalan Surya Kencana tempat aneka jajanan/makanan mangkal disana.

Meeting point di stasiun Bogor. Terlari2 di stasiun Sawah Besar karena saat membeli tiket kereta, diumumkan kalau kereta yang menuju Bogor akan segera tiba. Tiba di peron, tanpa menunggu lama, kereta pun datang. Alhamdulillah...

Menikmati kosongnya gerbong kereta menuju Bogor. Jadi berasa dingin nih gerbong.

Ternyata pintu masuk/keluar stasiun Bogor sudah berubah. Jadi lebih jauh sih. Cuma sepertinya perubahan pintu masuk/keluar stasiun ini hanya memindahkan kemacetan.

Setelah semua peserta berkumpul, diabsen kembali dan dijakan beberapa kelompok. Hal ini dimaksudkan agar saat naik angkot dapat dipisah disesuaikan dengan kapasitas tempat duduk di angkot.

Naik angkot menuju Toko Roti Bogor Permai yang kondang seantero Bogor. Melewati beberapa pasar dan kemacetan yang diakibatkan bayaknya orang, angkot dan lapak dagangan di sepanjang jalan. Di Bogor Permai ketemu Tante Nina & teman2 SMAnya yang lagi belanja kue2 untuk bezoek temannya.

Harga roti dan kue di Bogor Permai lumayan mahal. Beli roti sobek kombinasi cokalat & keju (Rp 37.000) & ollie bollen alias donat (Rp 5.600). Roti sobek buat dimakan sambil jalan aja, buat cemilan sampai ketemua tempat makan yang dituju :D.

Setelah kasak kusuk di Bogor Permai lanjut brunch toge goreng Ibu Hj. Omah yang berlokasi di sampaing toko roti Bogor Permai. Enak banget! Seporsi Rp 15.000

Siapa yang bilang Bogor tuh Kota Hujan? Ini panasnya minta ampun deh. Matahari semangat banget keluar!

Jalan kaki ke Museum PETA (PEmbela Tanah Air). Lumayan juga nih jalan kaki. apalagi melewati tempat jualan aneka makanan seperti sate ayam, mie ayam, soto ceker, bubur ayam dll. Kaki sih gak berasa pegel tapi tampilan gerobak makanan2 tadi bikin pengen mampir.


Masuk ke museum PETA yang sekarang di tempat tersebut selain museum juga digunakan sebagai balai pendidikan dan latihan Zeni

Selain diorama pembentukan PETA sampai kemudian menjadi TNI juga ditampilan seragam anggota PETA dan beberapa senjata .

Selesai eksplor museum PETA perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki ke Sop Buntut Mang Endang. Seporsi sop buntut + nasi Rp 44.650. Yang unik, buntut sapi sudah diikat saat direbus yang menandakan 1 porsinya. Sayang disini gak tersedia buntuk goreng ataupun panggang. Pasti tambah enak tuh.

Lanjut naik angkot untuk menuju jalan Surya Kencana, surgaya makanan di Bogor! Kali ini gak makan soto kuning karena sudah pernah nyoba waktu ke SurKen sebelumnya. Kali ini gak bisa cuma sekali naik angkot tapi berganti di depan Kebun Raya, di pertigaan menuju Balai Kota Bogor.

Sambil nunggu kelompok lain datang, saya membeli Es Cincau yang murah; Rp 5.000 per porsi. Bisa pilih mau pake gula putih atau gula merah. Kemudian nyobain bis kocok; semacam bir pletok dari Jakarta namun aroma jahe merah-nya yang terasa.

Beli dodongkal semacam jajan pasar yang terbuat dari tepung beras yang dikukus dan dicampur dengan parutan kelapa dan tambahan gula merah. Mirip2 klepon gitu deh. Enak deh buat cemilan.

Banyak juga yang membeli asinan di daerah ini. Setelah itu kita lanjut naik angkot ke Asinan Gedong Dalem. Gak pengen beli apa2 disini tapi yang menarik di sekital toko Asianan Gedong Dalem banyak dijual buah2 yang nama dan bentuknya baru saya dengar. Salah satunya buah bisbul; berbentuk bulat seperti apel tapi berbedak dan warna buah didalamnya putih seperti apel dengan tekstur seperti buah pir dan rasa manis samar.

Kemudian lanjut ke toko roti unyil Venus di Jalan Pajajaran. Disebut roti unyil karena bentuk rotinya yang kecil2 dengan rasa yang beraneka ragam. Yah... yang ini sih cuma biar tau tempat jual roti unyil, gak beli. Secara di Jakarta juga ada yang jual :D.


Dari Toko Venus lanjut naik angkot ke toko roti Michelle. Walaupun sama2 masih berada di Jalan Pajajaran tapi kalo jalan kaki lumayan bikin gempor kaki apapalgi setelah perut terisi dengan berbagai makakan. Semakin berat deh ini kaki untuk melangkah.

Toko roti Michelle selain menjual roti juga menjual aneka kue. Saya sih cuma beli Cappucino di sini Rp 20.000.


Lanjut ke toko kue Miss Pumpkin yang terletak di seberang Michelle. Miss Pumpkin ini menjual aneka cake/bolu yang berbahan dasar labu kuning dengan beragam rasa; ada original, green tea, cokelat, labu talas, jeruk dan brownies labu. Saya beli yang rasa jeruk. Enak loh... Rp 35.000.


Dari Miss Pumpkin lanjut ke MP; Macaroni Panggang yang juga gak kalah nge-hits. Ke MP juga harus berganti angkot di depan hotel Pangrango.

Gak terlalu penuh tapi pengunjung yang datanga dan pergi silih berganti. Sayangnya di sini tidak ada macaroni panggang dalam porsi small, hanya ada large. Terlalu besar buat saya untuk dibawa pulang. Terpaksa cuma ngeliat MP dengan mata nanar. Sementara untuk menu yang lain saya tidak begitu tertarik. Mungkin karena ini perut sudah dijejali dengan aneka makanan dari tadi pagi :D.

MP adalah destinasi kuliner terakhir untuk kali ini. Selesai dari MP kita kembali ke stasiun Bogor. Tapi agak ribet nih karena gak ada angkot yang langsung menuju stasiun pun sulit untuk mendapatkan angkot dari depan MP. Jarang dan sekalinya datang sudah penuh. Terpaksa harus jalan kaki lagi menuju depan hotel Pangrango 2.

Naik angkot dan turun di underpass (terowongan) penyebrangan orang di depan kampus IPB Baranangsiang. Sepertinya di dalam terowongan penyeberangan itu akan diadakan pameran lukisan deh. Karena terlihat beberapa orang sedang memperispakan untuk pameran.


Dari sinipun lumayan susah untuk mendapatkan angkot yang ke stasiun. Selalu penuh! Mungjkin karena malam Minggu juga kali ya jadi banyak orang keluar rumah.


Akhirnya setelah berdiri agak lama, angkot yang dimaksud datang juga.


Di stasiun Bogor juga acara kuliner kali ini berakhir.


Tuesday, August 19, 2014

Mudik ke Cirebon


Mudik ke Cirebon tuh buat saya merupakan perjalanan panjang kalo mengendarai mobil. Kalo beberapa tahun yang silam, Jakarta – Cirebon dapat ditempuh dalam waktu maksimum 4 jam sekarang bisa sampai 10 jam! Itupun bukan long weekend ataupun dalam masa lebaran; cuma akhir pekan biasa. 


Dulu… merasa mudik ke Cirebon cuma sekedar tradisi silaturahmi. Sebelum hari raya Idul Fitri, kita berangkat ke Cirebon dan menginap di rumah nenek. Semua keluarga berkumpul di rumah nenek. Membersihkan dan merapihkan rumah juga mempersiapkan makanan untuk open house sepulang shalat Ied.

Selain suasana rumah yang ramai, yang membuat kangen untuk mudik adalah kue-kue tradisional yang tersaji di rumah2 sanak family pada masa lebaran. Sebut saja kue bangket, nastar, kue satu, kue semprit rasa cokelat, kacang goreng dan lain sebagainya. Khusus di kampung Bapak saya, ada satu jenis makanan khas yang selalu ada di tiap rumah: tape ketan bungkus daun jambu! Ketan yang difermentasi dengan ragi sehingga menghasilkan makanan dengan tekstur lembut dan basah dengan rasa manis, tapi bukan karena diberi gula loh. Selain makanan lain seperti jangan sabrang (sayur cabe) dan rujak kangkung.



Sementara di kampung Ibu saya, yang menjadi makanan favorit adalah tahu gejrot yang dijajakan oleh Ibu-Ibu dengan tampah. Entah kenapa, tahu gejrot di tempat lain walaupun masih di Cirebon rasanya tidak ada yang senikmat ini; baik dari tahu-nya maupun dari kuah kecapnya. 


Setelah beberapa tahun kemudian, karena malas kena macet di pantura, akhirnya saya lebih sering menggunakan kereta api. Baik mengendarai mobil ataupun menggunakan kereta; dua-duanya menyuguhkan pemandangan alam yang menakjubkan. Dengan mobil, di daerah Eretan Kabupaten Indramayu kita bisa pemandangan pinggir laut yang semakin mendekati jalan raya karena abrasi sementara dengan kereta bisa melihat gunung Ciremai nun di kejauhan.

Nah… kalo sekarang sering ke Cirebon, itu bukan hanya karena keperluan keluarga, tapi juga karena mau belanja batik di Trusmi dan kangen dengan makanan khasnya juga.


Kalo menggunakan kereta bisnis ataupun eksekutif yang berhenti di stasiun Kejaksan, saya biasanya mampir di Empal Gentong Putra Mang Darma yang terletak tidak jauh dari stasiun demi semangkuk empal gentong yang dimakan dengan lontong dan ditambahi sedikit cabe bubuk.


Sementara kalo menggunakan kereta ekonomi AC yang berhenti di stasiun Prujakan, saya akan mampir di gado-gado khas Cirebon di jalan Pekalangan. Gak jauh dari stasiun, dapat ditempuh dengan jalan kaki. Sekilar penampakan dari gado-gado ini seperti gado-gado yang biasa kita temui. Tapi… pada pembuatannya, bumbu kacang dicampur dengan kuah kari berwarna kuning. Selain itu ditambahkan pula mie kuning. Selain gado-gado, disini juga dijual aneka bubur manis seperti; bubur sumsum, bubur mutiara dan cendil.


Selain wisata alam dan wisata kuliner, di Cirebon juga bisa berwisata religi. Terdapat Mesjid Merah di desa Panjunan. Disebut masjid merah, karena masjid ini dibangun dari bata merah. Kata orang nih, di dekat masjid merah ada pedagang mie koclok yang enak loh. 



Juga terdapat kelenteng Dewi Welas Asih di dekat warung nasi jamblang Pelabuhan Ade Irma Suryani. Saya pernah loh setelah sarapa nasi jamblang disini kemudian masuk ke pelabuhan di sampingnya. 


Jika kaki masih kuat melangkah, datang ke Mesjid At Taqwa dan naik ke menaranya. Dari atas menara terlihat kota Cirebon sampai dengan pantai dan lautnya. Sayangnya, menara ini belum dilengkapi dengan elevator/lift. Ya… lumayan gempor gitu deh :P 


Saya pernah menyempatkan diri ke pantai Kejawanan pada pagi. Disini banyak orang berendam. Konon pasir di pantai Kejawanan dapat mengobati berbagai macam penyakit. Jika cuaca sedang cerah, kita dapat melihat gunung Ciremai dari pantai Kejawanan. 


Tidak jauh dari tempat beremdan adalah pelabuhan perikanan. Dimana kita bisa melihat kapal-kapal kayu nelayan sedang bersandar di dermaga. 

Karena saya suka sekali dengan batik dan sering berkreasi membuat baju dengan kain batik, maka saya sering menyempatkan ke kampung batik di desa Trusmi untuk berbelanja kain dan baju batik. Berbagai macam warna, motif dan teknik pembuatan batik tersedia di sini.


Terlebih setelah saya bisa menjahit pakaian, saya semakin sering berkunjung ke Trusmi untuk memilih kain batik yang akan dijahit menjadi blouse santai dan saya bawa/pakai kemanapun saya berpergian.


Oiya, untuk oleh-oleh, saya memilih untuk berbelanja di Pasar Pagi. Biasanya saya membeli kerupuk udang, emping manis dan sirup Champolay rasa pisang susu. Di Pasar Pagi ini selain banyak pilihan oleh-oleh juga letaknya dekat dengan rumah Tante saya. Jadi kalo capek bisa mlipir ke rumah Tante saya untuk sekedar makan es cendol. Hehehe…

Eh ada satu lagi pasar yang sering dikunjungi, Pasar Kanoman. Iya, pasar ini memang dekat dengan istana Kanoman. Gak cuma istana Kanoman, di pasar ini juga ada istana Keprabonan yang jauh lebih kecil.

Pasar Kanoman juga juga berada tidak jauh dari pecinan. Buah dan sayur yang dijual di pasar ini kualitasnya pun bagus. Ya... ada uang ada barang lah :D

Monday, August 18, 2014

Nyamannya Perjalanan dengan Kereta Menuju Cirebon


Paling tidak dalam setahun saya melakukan perjalanan mudik dari Jakarta ke Cirebon sebanyak dua kali; nyekar sebelum bulan puasa dan saat libur Idul Fitri. Dikarenakan akhir2 ini jalur pantai utara yang menghubungkan Jakarta dengan Cirebon lebih sering terkendala macet yang mengakibatkan jarak tempuh menjadi jauh lebih lama, saya memutuskan untuk menggunakan kereta.

Sebetulnya perkenalan saya dengan kereta api dengan rute Jakarta – Cirebon ataupun sebaliknya sudah berlangsung saat saya kecil. Orangtua saya selalu mengajak saya kecil saat mudik lebaran dengan menggunakan kereta Gunung Jati yang pada saat itu cukup merepotkan. Berebut tempat duduk dan berdesak-desakan di dalam kereta.


Kemudian saat kereta kelas bisnis dan eksekutif diluncurkan, saya sering menggunakan kereta Cirebon Ekspres karena jadwal keberangkatannya yang sesuai yang bisa ditempuh pergi pulang; pergi menggunakan kereta pertama dari Jakarta (Gambir) dan kembalinya dengan kereta terakhir dari Cirebon (Kejaksan). Juga ruangan dalam kereta yang nyaman. Pada saat itu walaupun di kelas bisnis tidak dilengkapai dengan AC namun jumlah penumpang sesuai dengan kapasitas tempat duduk dan di kondisi di dalam gerbong bersih.


Ternyata Cirebon telah menjadi kota tujuan wisata dan belanja. Karena beberapa kali saya kehabisan tiket terlebih karena saya pergi di akhir pekan.


Namun sekarang saya sepertinya akan lebih sering lagi berkunjung ke Cirebon karena selain menggunakan Cirebon Ekspres ataupun Argo Jati, sekarang sebagai alternatif saya bisa menggunakan kereta ekonomi AC dari Jakarta (Pasar Senen) menuju Cirebon (Prujakan). Sebut saja dari Jakarta saya bisa menggunakan kereta Kutojaya Utara atau Tegal Ekspres yang berangkat pagi dan kembali dengan Tegal Ekspres berangkat sore dari Cirebon. Jarak tempuh dan jumlah stasiun yang disinggahi oleh kereta ekonomi AC ini sama dengan kereta bisnis dan eksekutif. Bedanya dalam formasi tempat duduk. Pada kereta ekonomi AC formasi tempat duduk 3-2 dan berhadap-hadapan (sandaran tidak dapat diubah posisi) pada kereta bisnis formasi tempat duduk 2-2 dan posisi sandaran tempat duduk dapat diubah.


PT KAI terlebih untuk kereta ekonomi AC telah jauh berbenah diri. Mulai dari pembelian tiket yang harus sesuai dengan KTP calon penumpang dan verifikasi tiket dan KTP di depan pintu masuk menuju peron yang bertujuan untuk mempersempit ruang gerak para calo. Pembelian tiket kereta yang dipermudah dengan sistem online. Selain telah dilengkapi dengan AC, jumlah penumpang juga disesuaikan dengan kapasitas tempat duduk, kondisi di dalam gerbong pun bersih dan pedagang asongan tidak diperkenankan masuk ke dalam gerbong. Juga anggota Polsuska (polisi khusus kereta) beberapa kali berpatroli ke setiap gerbong. Bahkan kereta ekonomi AC ini sudah dilengkapi dengan colokan untuk mengisi ulang batere (charging) handphone loh. Nyaman dan aman…



Oiya, selain saya sering mudik untuk keperluan keluarga, saya juga menginformasikan kepada teman-teman saya untuk menggunakan kereta api jika mereka berkunjung ke Cirebon. Atas anjuran saya banyak teman-teman saya yang menggunakan kereta api untuk berbelanja batik di Trusmi dan mencicipi kuliner di Cirebon.


Saya sendiri lebih senang menggunakan kereta. Jika menggunakan Cirebon Ekspres saya bisa mampir untuk makan empal gentong di stasiun Kejaksan sementara jika menggunakan kereta ekonomi AC, saya bisa sarapan di gado-gado khas Cirebon yang letaknya tidak jauh dari stasiun Prujakan. Eh jadinya, sekarang tidak hanya untuk keperluan keluarga ataupun nyekar saja saya ke Cirebon. Terkadang jika kangen dengan makanan khas Cirebon dan ingin menambah koleksi kain batik, saya langsung cari tiket kereta.

Selain itu pemandangan yang bisa dilihat dari dalam kereta sungguh indah. Jika saya sudah melihat gunung Ciremai nun jauh disana, itu tandanya sebentar lagi kereta akan sampai di Cirebon.


Rasanya saya sudah jatuh cinta dengan PT KAI :)

Sunday, July 6, 2014

Bersama Garuda Indonesia Menuju Banyuwangi


Banyuwangi - The Sunrise of Java (Hari pertama)

Jakarta - Surabaya - Banyuwangi
Jumat, 20 Juni 2014

GA 302 -- CGK - SUB
ETD 05.30 ETA 07.05

GA 4300 -- SUB - BWX
ETD 08.40 ETA 09.30


Akhirnya hari yang ditunggu2 datang juga! Berangkat dari rumah 02.45 menuju Gambir demi mengejar bus Damri pertama ke bandara Soekarno Hatta yang berangkat jam 03.00.

Setelah semua peserta datang, check in bersamaan beserta dengan bagasi masing-masing. Boarding pass pun dibagian satu per satu. Pesawat berangkat menuju bandara Juanda, Surabaya dengan tepat waktu.

Ini adalah perjalanan pertama saya ke Banyuwangi yang merupakan salah satu destinasi impian saya untuk dikunjungi. Dan impian saya terwujud melaui program promo menarik berlibur ke Banyuwangi dengan maskapai Garuda Indonesia.

Surabaya

Sampai di bandar udara Juanda, Surabaya, yang belum lama selesai direnovasi. Bagus banget deh sekarang. Jadi dari Jakarta ke Banyuwangi, harus transit dulu di Surabaya atau di Denpasar.

Di Juanda kita menunggu sekitar 1 jam sebelum dipanggil boarding.Di bandara Juanda ini, boarding pass pun dibagikan satu per satu. Karena tiket yang kami punya adalah Jakarta – Banyuwangi maka bagasi pun akan langsung diurus oleh pihak maskapai untuk dipindah antar pesawat.

Jam 08.20 boarding menuju Banyuwangi dengan menggunakan pesawat ATR 72-600. Pesawat berkapasitas 70 tempat duduk. Karena kecil, bagasi bukan berada dibawah badan pesawat melainkan berbagi ruang dengan tempat duduk penumpang di badan pesawat. Koper kecil pun tidak dapat diletakkan diatas tempat duduk/kabin.

Eh di dalam pesawat ATR dalam perjalanan menuju Banyuwangi, dari kokpit pilot menyambut dan mengucapkan selamat berlibur di Banyuwangi.

Jenis snack pada penerbangan SUB-BWX serupa dengan snack CGK-SUB yang isinya bolu gulung dan roti serta air minum

Banyuwangi

Tiba di bandara Blimbingsari sudah dijemput oleh team Humas Pemda Banyuwangi yang terdiri dari 3 mobil elf dan 1 L200.




Seru loh, perjalanan dari bandara ke pusat kota Banyuwangi. Menyusuri jalan kecil; masing2 lajur untuk satu mobil, melewati rumah-rumah penduduk di sepanjang jalan yang bahkan ada yang masih menggunakan gedek juga melewati persawahan.

Pendopo Kabupaten

Sekitar 30 menit sampailah di pendopo Kabupaten Banyuwangi yang dinamakan pendopo Sabha Swagata Blambangan. Rombongan diajak untuk melihat2 guest house (wisma) tempat menginap tamu2 resmi Bupati yang terdiri dari 7 kamar tidur dengan konsep hemat enegi karena pada pagi sampai sore semua ruangan sudah terang tanpa menggunakan lampu.

Begitu pula dengan ruang makan yang tampak terang karena menggunakan genteng gelas dan juga terdapat taman kecil disamping ruang makan.


Furniture di dalam wisma ini pun menggunakan kayu dari pohon yang tumbuh di Banyuwangi. Tempat duduk di depan kamar menggunakan lumpang (tempat menumbuk pagi) yang diberi jok diatasnya. Meja makan terbuat dari kayu jati di Banyuwangi.

Wisma ini juga berbentuk unik, karena bentuknya seperti bunker yang tertutup dengan tanah berumput.

Hotel Mahkota Plengkung

Dari pendopo Kabupaten langsung menuju tempata menginap di Hotel Mahkota Plengkung untuk menaruh tas/barang bawaan. Ternyata lokasi hotelnya lumayan jauh! Di sekitarnya juga sepi.

Sempat lihat2 kondisi kamar. Cukup bagus dan nyaman lah... Kita dapat yang 1 tempat tidur. TV tanpa channel berbayar dan kamar mandi yang cukup luas yang dilengkapi dengan shower air dingin dan panas.

Pusat Oleh2 Sherly

Kalau sudah belanja pasti deh pada lupa waktu, walaupun cuma ke 1 toko dan pilihannya terbatas tetap saja menyita waktu lumayan banyak. Setelah banyak yang menenteng kardus berisi oleh2, baru kita menuju pantai Pulau Merah.

Saya beli 4 kotak berbagai rasa kue Bagiak yang merupakan kue kering khas Banyuwangi. Jadi kue bagiak ini semacam kue bangket yang biasa nenek saya buat untuk menyambut Idul Fitri di kampung. Tapi kue bagiak ini lebih crunchy. 


Pantai Pulau Merah

Waduh... lumayan jauh loh menuju pantai Pulau Merah. Agak khawatir juga kita gak dapat sunset secara di Banyuwangi kan matahari terbenam lebih cepat dari di Jakarta. Jaraknya sekitar 50 km dari kota. Jalan yang dilewati gak terlalu mulus. Papan petunjuk arahpun tidak terlalu jelas. Jarak 10 km saja gak sampai2. Iya sih, itu karena jalannya gak terlalu bagus juga melingkar2 alias banyak tikungan. Eh lagi buru2 ternyata kita harus melewati persiapan Pesta Rakyat Arung kanal di sisi sungai Sampean.

Akhirnya sampai juga di pantai Puau Merah. Langit udah mulai merah tuh pas sampai. Sayangnya air laut tinggi jadi kita gak bisa menyeberang ke Pulau Merah-nya. Lagian  kata Pak Camat banyak bulu babi di sekitar situ. Hiy...


Kenapa dinamakan Pulau Merah padahal bukit di pulau itu warnanya hijau loh. Katanya nih, pasir di pantai pulau itu berwarna merah. Oiya, pantai Pulau Merah ini belum lama dijadikan tempat kejuaraan selancar (surfing) internasional. Walaupun ombak yang paling bagus untuk selancar di Banyuwangi itu ada di pantai Plengkung atau yang lebih terkenal dengan nama pantai G-Land.

Beruntung masih sempat melihat langit merah dan matahari perlahan2 terbenam. Walau cuma sebentar. Ombak saat kita kesana gak terlalu besar, jadi gak bisa juga dipake untuk selancar.


Makan Malam Nasi Tempong

Puas foto2 dan celup2 kaki di pantai Pulau Merah, rombongan bergegas meninggalkan pantai menuju tempat makan malam.

Kali ini dengan menu Nasi Tempong. Kata temen saya yang orang Banyuwangi, disebut Tempong karena lauk pauk yang disajikan terasa sangat pedas sampai berasa kayak abis di tempong (tampar/tempeleng).

Akhirnya kita sampai di warung Nasi Tempong Mbak Har. Alhamdulillah... waktu tanya ada sambel yang gak pedes, ternyata mereka menyediakan juga loh.

Nasi Tempong ini seperti nasi jamblang di Cirebon, lauk pilih sendiri. Yang saya lihat di tempat ini ada cumi masak hitam, ayam goreng, ikan goreng, ikan kuah, ayam bumbu cabe, lalapan, krecek dan lain sebagainya.

Sambelnya JUWARA! Gak pedes dan bikin nagih untuk nambah :D

Perut kenyang, mata ngantuk dan muka lecek, itu tandanya harus kembali ke hotel dan beristirahat. Wah... harus sesegera mungkin sampai hotel nih secara team Adventure besok jam 00.30 harus bangun dan paling lambat jam 01.00 berangkat menuju kawah Ijen.

Banyuwangi - The Sunrise of Java (Hari Kedua)

Banyuwangi
Sabtu, 21 Juni 2014

Telat bangun!!! Padahal sudah pasang alarm jam 00.00 loh dan tadi sebetulnya udah bangun juga. Tapi nambah tidur2an yang niatnya cuma 15 menit eh malah kebablasan sampai jam 00.30!

Kedebag kedebug cuci muka dan ganti baju. Beruntung perlengkapan untuk hari ini sudah disiapkan semalam dan masuk ke dalam backpack.

Akhirnya jam 01.00 kita turun dan siap berangkat. Padahal jadwal semula kita akan berangkat jam 00.30. Perjalan menuju pos pertama Paltuding tempat pemberhentian semua kendaraan memakan waktu sekitar 1,5 jam dengan jalan yang ajrut2an; karena berlubang tidak mulus.

Kawah Ijen

Pas keluar mobil di Paltuding.... brrrrr.... dingin banget. Padahal sudah memakai thermal jacket. Langsung keluarin earmuff dan sarung tangan.
Setelah semuanya kumpul, kita briefing untuk mulai jalan (agak) menanjak. Perkiraan sampai trekking menanjak sekitar 3 km kemudian untuk turun ke kawah mendekati danau belerang dan api biru sekitar 800 meteran. Huffftt....

Secara gak punya trekking pole (tongkat untuk membantu saat menanjak) saya diberi tongkat bambu oleh guide. Lumayan lah untuk pegangan.

Karena masih gelap dan sudah ditinggal temen2 peserta yang laki2, saya memutuskan berhenti, gak berani untuk turun secara harus menapak batu2 besar, mana gelap lagi. Gak lama kemudian datang peserta perempuan lain bersama ayahnya. Si Om bilang "Ayo kita turun. Sekuatnya kita aja. Kalo di tengah jalan gak sanggup untuk meneruskan ya berarti memang kemampuan kita cuma segitu. Yang penting jalanin dulu".

Wah... jadi semangat lagi deh. Bertiga kita turun bareng. Kadang bingung mau lewat mana secara batunya gede banget untuk dilewatin. Sepanjang ingatan saya, waktu turun menuju kawah Ijen, 2x saya dibantu untuk melewati batu2, mereka mengulurkan tangan kepada saya. Pertama oleh entah pemandu atau wisatawan perempuan dengan aksen Mandarin dan kedua oleh laki-laki pemandu lokal.

Di tengah jalan saya tanya apakah tempat lokasi api biru masih jauh dan apakah api biru masih terlihat kepada seorang pengunjung yang sudah selesai melihat api biru dan beranjak keatas. Dia bilang udah gak terlalu jauh dan masih kelihatan api birunya.

Subhanallah...  saya masih dikasih kesempatan untuk melihat si api biru. Konon katanya itu bukan api sungguhan tapi merupakan bayangan yang tercipta dari gas. Makanya api biru ini akan segera menghilang saat sinar matahari muncul.


Agak lama saya dan teman2 di kawah Ijen. Foto sana sini kemudian kembali naik keatas. Kagum sama Bapak2 penambang belerang. Mereka memikul belerang yang dimasukkan kedalam keranjang rotan yang beratnya bisa mencapai puluhan kilo dan menempuh jalan berbatu dan menanjak. Saya yang cuma bawa dirinya aja udah ribet menuju dan kembali dari kawah ini.

Di Ijen ini saya membeli beberapa belerang/sulfur yang dicetak dengan bermacam bentuk. Ada Hello Kitty, Teddy Bear, kura2 dsb.


Sampai diatas pemandangan yang terlihat gak kalah indahnya. Deretan bukit berwarna hijau! Oiya, untuk turun menuju Paltuding sama ribetnya seperti saat naik. Bukan karena ngos2an gak kuat napasnya tapi karena licin. Semakin siang/terang pasir yang melapisi jalanan menjadi kering menjadikan jalan menurun menjadi licin. Walhasil beberapa dari teman2 saya terpeleset saat jalan menurun. Tips dari saya, sebisa mungkin pilih jalan yang agak basah untuk menghindari terpeleset.


Saya jadi tau kenapa Banyuwangi disebut "The Sunrise of Java". Karena di matahari pertama kali muncul di pulau Jawa ya di Banyuwangi ini.

Semakin siang semakin banyak orang yang naik menuju kawah Ijen.

Alas Purwo

Karena sampai di Paltuding lagi sudah kesiangan, maka saya dan beberapa teman yang baru tiba, sarapannya di dalam mobil yang akan menuju Taman Nasional Alas Purwo. Gak sempat ganti baju. Pokoknya langsung berangkat!

Dari Paltuding menuju Alas Purwo jauhnya minta ampun! Ada tuh sekitar 3 jam perjalanan. Nyaris sepanjang jalan dari Paltidung menuju Alas Purwo perlu diperbaiki karena gak mulus.

Masuk ke dalam taman nasional Alas Purwo harus melewati gerbang dan ada loketnya. Di sekitar bangunan loket tampak beberapa monyet lalu lalang. Jauh masuk ke dalam terdapat pura yang masih digunakan warga beragama Hindu. Pura tersebut disebut Pura Giri Selaka dan merupakan bangunan bersejarah.

Menuju padang savana Sadengan tempat banteng2 merumput melewati hutan jati yang di beberapa area terlihat kering meranggas. Karena kita datang saat bukan jam makan banteng-banteng, jadi yang terlihat hanya hamparan padang rumput. Terlihat beberapa banteng tapi jaraknya sangat jauh.


Sampai hotel sudah sore menjelang malam. Kita sepakat jam 18.30 sudah rapih dan siap berangkat menuju desa wisata Kemiren untuk makan malam dan menonton pertunjukkan kesenian tradisional.

Desa Budaya Kemiren

Akhirnya jam 19.00 kami berangkat ke desa Kemiren. Lumayan jauh juga loh perjalanannya.

Makan malam digelar secara lesehan di jalan desa (jalannya udah di-paving) beralaskan tikar dengan menu pecel pithik; menu asli suku Osing, suku asli Banyuwangi di desa Kemiren. Nasi putih yang pulen dengan lauk pithik pecel. Enak banget deh! Saya ditawari minum air dari kendi dan juga air kelapa. Saya mau semuanya!

Pecel pithik itu ayam panggang (tidak terlalu kering) yang terbuat dari pitik ayam kampung kemudian dicampur bumbu urap yang terdiri dari parutan kelapa dengan berbagai bumbu dan kacang yang sudah dihaluskan.

Beruntung saya duduk bersebelahan dengan seorang Bapak yang pernah menjabat sebagai Camat di desa Kemiren.

Bapak itu cerita bahwa pecel pithik ini tidak dijual umum namun bisa dipesan. Dan menu pecel pithik ini akan hadir di setiap acara2 tradisi seperti Barong Ider Bumi yang dilaksanakan setiap tanggal 2 Syawal dan Selametan Tumpeng Sewu.

Juga Pak ex Camat ini menceritakan mengenai tarian Seblang oleh suku Osing. Semacam tarian Sintren dari Cirebon. Dimana sang penari (perempuan muda yang masih perawan) akan kerasukan dan menari. Pencarian penari Seblang pun ada ritualnya dan tidak sembarangan memilih penari.

Selesai dengan makan malam yang sangat nikmat itu, kita menuju tempat pertunjukkan seni. Terdengar suara alat musik tradisional yang ternyata dimainkan dari atas panggung kecil yang didirikan dengan menggunakan batang bambu. Sepanjang jalan diterangi dengan obor.

Sebelum mendekat ke panggung pertunjukkan terdapat lapak yang menyajikan aneka jajan pasar. Wow... suka banget deh. Sebagian besar jajan pasar itu saya kenal, mungkin namanya aja yang beda. Ada lepet, kue cucur, lupis dan lain sebagainya. Kalau saja perut saya masih cukup, pasti akan saya cicipi semuanya! Selain jajan pasar, disediakan juga minuman kopi panas yang kopinya berasal dari desa Kemiren.Duuuhhh... wangi kopinya itu loh yang sangat menggoda.


Beruntung di sini dijual kopi bubuk asli dari Kemiren. Karena kemarin saat ke toko oleh2 saya kog tidak melihat ada kopi bubuk ya.

Ibu2 yang menjaga tempat jajan pasar ini semuanya berkebaya warna hitam. Tadinya saya pikir itu adalah seragam panitia untuk acara ini. Tapi ternyata saya salah! Kebaya hitam adalah pakaian wanita suku Osing!

Saya yang sangat menyukai pertunjukkan tradisional, tidak menyia2an kesempatan ini. Saya dan teman saya langsung cari tempat duduk yang strategis untuk penonton pertunjukan ini.

Panggung dibangun diatas kali Gulung dan pertunjukkan kali ini bercerita mengenai asal usul Banyuwangi yaitu legenda Sri Tanjung. Dari informasi bocoran yang saya terima, di akhir cerita ada adegan pemeran Sri Tanjung benar2 menceburkan/menjatuhkan diri ke sungai. Wuih... pasti keren tuh. Gak kalah deh sama pertunjukkan Siam Niramit di Bangkok :D

Banyuwangi - The Sunrise of Java (Hari Ketiga)

Banyuwangi - Surabaya - Jakarta
Minggu, 22 Juni 2014

GA 4301 -- BWX - SUB
ETD 07.25 ETA 08.15

GA 309 -- SUB - CGK
ETD 08.50 ETA 10.30

Jam 05.30 semua peserta sudah siap di parkiran untuk berangkat ke bandara. Sambil nunggu kendaraan yang akan mengantar kita ke bandara, ngemil2 roti dan ngeteh yang sudah disediakan di hotel.

Sampai di bandara Blimbingsari, sempat ngobrol2 dengan petugas bandara. Ternyata minat masyarakat ke Banyuwangi semakin tinggi. Karena dengan adanya penambahan 1 maskapai penerbangan yang melayani rute ke Banyuwangi tidak berarti penumpang dari maskapai yang selama ini ada menjadi berkurang. Selama ini pesawat dengan rute ke Banyuwangi dioperasikan oleh Wings Air dan sekarang ditambah dengan Garuda Indonesia.

Selain gedung bandara tempat para penumpang datang dan pergi serta tempat pengambilan bagasi, tidak jauh dari gedung ini juga ada bangunan lain yang berfungsi sebagai ruang singgah bagi tamu VIP.

Setelah boarding pass dibagikan kepada semua peserta eh kali ini boarding pass-nya dibagi langsung 2; untuk ke Surabaya dan untuk ke Jakarta tinggal nunggu masukin bagasi. Lagi nunggu cek bagasi eh liat peta Banyuwangi beserta dengan wisata alamnya yang ditempel dalam frame di dekat pintu masuk bandara. Ih... pengen banget deh punya peta itu.

Sempat beli kue di ruang tunggu bandara Blimbingsari. Eh biar kecil tapi ada tempat jual aneka oleh2 loh.

Pesawat datang agak terlambat dari Denpasar dan akhirnya kita harus meninggalkan Banyuwangi. Bye...

Di pesawat, lagi2 Pilot-nya mengucapkan selamat jalan ke rombongan klita yang sudah berlibur ke Banyuwangi. Wuih...
 


Tuh kaaannn... karena waktu yang mepet dan pesawat dari Banyuwangi yang agak telat, sampai di bandara Juanda - Surabaya sudah proses boarding. Akhirnya kita gak masuk terminal dulu melainkan langsung diantar ke gardabrata dan proses check in disana. Sambil berjalan cepat, saya melihat keluar untuk memastikan bagasi saya sudah diangkat dari pesawat sebelumnya untuk dipindahkan ke pesat yang membawa saya ke Jakarta. Jangan sampai saya sudah sampai di Jakarta tapi bagasi saya ikut pesawat berikutnya :D

Dan pesawat pun berangkat tepat waktu.

Baru kali ini pulang jalan2 masih ada matahari. Biasanya hampir tiap kali pulang berpergian saya sampai kembali di Jakarta sudah malam atau sudah gelap gitu.


Sungguh merupakan pengan liburan yang tidak akan terlupakan!



Thursday, June 26, 2014

Banyuwangi - The Sunrise of Java (Day 3)

Banyuwangi - Surabaya - Jakarta
Minggu, 22 Juni 2014

Cek terakhir, rasanya sih gak ada barang2 yang tertinggal. Dan semua barang2 yang tidak saya perlukan termasuk oleh2 bisa masuk dalam duffle bag. Enak kan, tinggal masukkin bagasi, gak perlu nenteng2 ke dalam kabin dan angkat untuk ditaro di kompartemen :D.

Jam 05.30 semua peserta sudah siap di parkiran untuk berangkat ke bandara. Sambil nunggu kendaraan yang akan mengantar kita ke bandara, ngemil2 roti dan ngeteh yang sudah disediakan di hotel.

Sampai di bandara Blimbingsari, sempat ngobrol2 dengan petugas bandara. Ternyata minat masyarakat ke Banyuwangi semakin tinggi. Karena dengan adanya penambahan 1 maskapai penerbangan yang melayani rute ke Banyuwangi tidak berarti penumpang dari maskapai yang selama ini ada menjadi berkurang. Selama ini pesawat dengan rute ke Banyuwangi dioperasikan oleh Wings Air dan sekarang ditambah dengan Garuda.

Selain gedung bandara tempat para penumpang datang dan pergi serta tempat pengambilan bagasi, tidak jauh dari gedung ini juga ada bangunan lain yang berfungsi sebagai ruang singgah bagi tamu VIP.

Setelah boarding pass dibagikan kepada semua peserta eh kali ini boarding pass-nya dibagi langsung 2; untuk ke Surabaya dan untuk ke Jakarta tinggal nunggu masukin bagasi. Lagi nunggu cek bagasi eh liat peta Banyuwangi beserta dengan wisata alamnya yang ditempel dalam frame di dekat pintu masuk bandara. Ih... pengen banget deh punya peta itu.

Dibantu sama teman seperjalanan, nanya2 dimana bisa dapat peta yang dimaksud. Eh ternyata di sekitar tempat kita menunggu tidak ada persediaannya. Sayang banget ya, padahal kan dengan peta itu nanti saya bisa tunjukin ke teman2 tempat wisata di Banyuwangi. Etapi jangan sedih, jangan kecewa... Bapak petugas bandara tadi bantuin kita cari peta yang dimaksud di ruang VIP dan voila... disana masih tersedia beberapa. Makasih ya Pak...

Ternyata di bandara ini, bagasi diurus masing2 calon penumpang, jadilah saya mengantri untuk masukin bagasi.

Sempat beli kue di ruang tunggu bandara Blimbingsari. Eh biar kecil tapi ada tempat jual aneka oleh2 loh.

Pesawat datang agak terlambat dari Denpasar dan akhirnya kita harus meninggalkan Banyuwangi. Bye...

Di pesawat, lagi2 Pilot-nya ngucapin selamat jalan ke rombongan klita yang sudah berlibur ke Banyuwangi. Wuih...

Tuh kaaannn... karena waktu yang mepet dan pesawat dari Banyuwangi yang agak telat, sampai di bandara Juanda - Surabaya sudah proses boarding. Akhirnya kita gak masuk terminal dulu melainkan langsung diantar ke gardabrata dan boarding disana. Sambil berjalan cepat, saya melihat keluar untuk memastikan bagasi saya sudah diangkat dari pesawat sebelumnya untuk dipindahkan ke pesat yang membawa saya ke Jakarta. Jangan sampai saya sudah sampai di Jakarta tapi bagasi saya ikut pesawat berikutnya :D

Pesawat berangkat tepat waktu. Ada kejadian yang membuat saya teramat sangat murka! Penumpang di sebelah saya yang juga salah panitia rombongan tour ke Banyuwangi ternyata tidak mematikan ponselnya. Gilak! Ini saya tau karena belum lama pesawat touch down dan masih berjalan di runway menuju apron dia menerima telepon. Sepertinya sih di-silent atau di set getar. Saya sudah berikan sign dan tegur untuk tidak boleh menggunakan alat komunikasi apapun tapi dia cuek. Dari obrolan dia, sepertinya lawan bicaranya pun sudah menegur dia tapi malah dianya bete. Selesai nelpon dia bilang baru nyampe udah ditanya2 hasil reportase. saya gak tertarik sama sekali dengan urusan urusan dia! Mau ditelpon sama presiden sekalipun saya gak peduli. Yang saya peduli, keselamatan satu pesawat. Kalau dia mau mati celaka ya sendiri aja sana, berdiri di depan pesawat yang mau jalan, jangan bikin celaka satu pesawat! Pengen rasanya saya keplak kepala tuh orang bolak balik.

Baru kali ini pulang jalan2 masih ada matahari. Biasanya hampir tiap kali pulang berpergian saya sampai kembali di Jakarta sudah malam atau sudah gelap gitu.

Saat sudah berada di dalam bus DAMRI yang akan menuju Gambir, supervisor bus DAMRI bilang ke supir bus kalo jalanan di Jakarta sedang macet parah! Apppaaahhh! Please deh, ini kan hari Minggu, masa' masih macet juga. Ada apa sih???

Emang beneran macet tuh jalan2 di Jakarta dan ternyata ini adalah imbas dari kampanye salah satu capres/cawapres di GBK. Hih... belum jadi presiden dan wakilnya aja udah bikin sengsara rakyat!