Pages

Tuesday, August 19, 2014

Mudik ke Cirebon


Mudik ke Cirebon tuh buat saya merupakan perjalanan panjang kalo mengendarai mobil. Kalo beberapa tahun yang silam, Jakarta – Cirebon dapat ditempuh dalam waktu maksimum 4 jam sekarang bisa sampai 10 jam! Itupun bukan long weekend ataupun dalam masa lebaran; cuma akhir pekan biasa. 


Dulu… merasa mudik ke Cirebon cuma sekedar tradisi silaturahmi. Sebelum hari raya Idul Fitri, kita berangkat ke Cirebon dan menginap di rumah nenek. Semua keluarga berkumpul di rumah nenek. Membersihkan dan merapihkan rumah juga mempersiapkan makanan untuk open house sepulang shalat Ied.

Selain suasana rumah yang ramai, yang membuat kangen untuk mudik adalah kue-kue tradisional yang tersaji di rumah2 sanak family pada masa lebaran. Sebut saja kue bangket, nastar, kue satu, kue semprit rasa cokelat, kacang goreng dan lain sebagainya. Khusus di kampung Bapak saya, ada satu jenis makanan khas yang selalu ada di tiap rumah: tape ketan bungkus daun jambu! Ketan yang difermentasi dengan ragi sehingga menghasilkan makanan dengan tekstur lembut dan basah dengan rasa manis, tapi bukan karena diberi gula loh. Selain makanan lain seperti jangan sabrang (sayur cabe) dan rujak kangkung.



Sementara di kampung Ibu saya, yang menjadi makanan favorit adalah tahu gejrot yang dijajakan oleh Ibu-Ibu dengan tampah. Entah kenapa, tahu gejrot di tempat lain walaupun masih di Cirebon rasanya tidak ada yang senikmat ini; baik dari tahu-nya maupun dari kuah kecapnya. 


Setelah beberapa tahun kemudian, karena malas kena macet di pantura, akhirnya saya lebih sering menggunakan kereta api. Baik mengendarai mobil ataupun menggunakan kereta; dua-duanya menyuguhkan pemandangan alam yang menakjubkan. Dengan mobil, di daerah Eretan Kabupaten Indramayu kita bisa pemandangan pinggir laut yang semakin mendekati jalan raya karena abrasi sementara dengan kereta bisa melihat gunung Ciremai nun di kejauhan.

Nah… kalo sekarang sering ke Cirebon, itu bukan hanya karena keperluan keluarga, tapi juga karena mau belanja batik di Trusmi dan kangen dengan makanan khasnya juga.


Kalo menggunakan kereta bisnis ataupun eksekutif yang berhenti di stasiun Kejaksan, saya biasanya mampir di Empal Gentong Putra Mang Darma yang terletak tidak jauh dari stasiun demi semangkuk empal gentong yang dimakan dengan lontong dan ditambahi sedikit cabe bubuk.


Sementara kalo menggunakan kereta ekonomi AC yang berhenti di stasiun Prujakan, saya akan mampir di gado-gado khas Cirebon di jalan Pekalangan. Gak jauh dari stasiun, dapat ditempuh dengan jalan kaki. Sekilar penampakan dari gado-gado ini seperti gado-gado yang biasa kita temui. Tapi… pada pembuatannya, bumbu kacang dicampur dengan kuah kari berwarna kuning. Selain itu ditambahkan pula mie kuning. Selain gado-gado, disini juga dijual aneka bubur manis seperti; bubur sumsum, bubur mutiara dan cendil.


Selain wisata alam dan wisata kuliner, di Cirebon juga bisa berwisata religi. Terdapat Mesjid Merah di desa Panjunan. Disebut masjid merah, karena masjid ini dibangun dari bata merah. Kata orang nih, di dekat masjid merah ada pedagang mie koclok yang enak loh. 



Juga terdapat kelenteng Dewi Welas Asih di dekat warung nasi jamblang Pelabuhan Ade Irma Suryani. Saya pernah loh setelah sarapa nasi jamblang disini kemudian masuk ke pelabuhan di sampingnya. 


Jika kaki masih kuat melangkah, datang ke Mesjid At Taqwa dan naik ke menaranya. Dari atas menara terlihat kota Cirebon sampai dengan pantai dan lautnya. Sayangnya, menara ini belum dilengkapi dengan elevator/lift. Ya… lumayan gempor gitu deh :P 


Saya pernah menyempatkan diri ke pantai Kejawanan pada pagi. Disini banyak orang berendam. Konon pasir di pantai Kejawanan dapat mengobati berbagai macam penyakit. Jika cuaca sedang cerah, kita dapat melihat gunung Ciremai dari pantai Kejawanan. 


Tidak jauh dari tempat beremdan adalah pelabuhan perikanan. Dimana kita bisa melihat kapal-kapal kayu nelayan sedang bersandar di dermaga. 

Karena saya suka sekali dengan batik dan sering berkreasi membuat baju dengan kain batik, maka saya sering menyempatkan ke kampung batik di desa Trusmi untuk berbelanja kain dan baju batik. Berbagai macam warna, motif dan teknik pembuatan batik tersedia di sini.


Terlebih setelah saya bisa menjahit pakaian, saya semakin sering berkunjung ke Trusmi untuk memilih kain batik yang akan dijahit menjadi blouse santai dan saya bawa/pakai kemanapun saya berpergian.


Oiya, untuk oleh-oleh, saya memilih untuk berbelanja di Pasar Pagi. Biasanya saya membeli kerupuk udang, emping manis dan sirup Champolay rasa pisang susu. Di Pasar Pagi ini selain banyak pilihan oleh-oleh juga letaknya dekat dengan rumah Tante saya. Jadi kalo capek bisa mlipir ke rumah Tante saya untuk sekedar makan es cendol. Hehehe…

Eh ada satu lagi pasar yang sering dikunjungi, Pasar Kanoman. Iya, pasar ini memang dekat dengan istana Kanoman. Gak cuma istana Kanoman, di pasar ini juga ada istana Keprabonan yang jauh lebih kecil.

Pasar Kanoman juga juga berada tidak jauh dari pecinan. Buah dan sayur yang dijual di pasar ini kualitasnya pun bagus. Ya... ada uang ada barang lah :D

No comments:

Post a Comment