Pages

Saturday, October 12, 2013

5 Cities 4 Countries in 11 Days - Day 8 (Phnom Penh)

Jumat, 6 September 2013

  1. Tuol Sleng S21 USD 2/pax
  2. Russian Market
  3. Choeng Ek Killing Fields USD 3/pax, audio headset USD 3/pax
  4. Tuktuk USD 20
  5. National Museum USD 2/pax
  6. Royal Palace & silver Pagoda KHR 25.000

Pagi2 udah bangun terus jalan2 di sekitar Riverfront. Banyak tukang tuktuk di depan penginapan udah pada mangkal dan beberapa dari mereka nawarin jasanya ke saya. Yah… saya kan cuma mau jalan2 liat suasana Riverfront di pagi hari.

Banyak warna yang menikmati pagi dengan berolah raga, walaupun ini bukan hari libur/wiken. Lucunya mereka membuat kelompok2 sendiri untuk melakukan olahraga; semacam aerobic gitu. Dan banyak terlihat burung merpati; baik di sepanjang Riverfront maupun di depan istana.

Di pinggir trotoar sepanjang Riverfront banyak orang berjualan bunga terutama bunga teratai/lotus di pinggir Riverfront. Sepertinya akan digunakan untuk persembahan. Ada pula yang berjualan aneka buah, semacam pasar kaget gitu.

Nyusurin Riverfront sampe ke depan hotel Himawari. Ornamen bangunan2 pemerintah di seberang Riverfront bagus deh. Seperti ukiran2 gitu dan berwarna emas. Eh pas lewat hotel Himawari di halamannya liat ada resto Padang. Liat juga beberapa truk mengangkut tentara lewat di jalan raya. Jangan2 pengamanan diperketat menjelang demo.

Sekalian juga survei jalan ke Royal Palace dan National Museum yang ternyata cukup dekat dari guest house.

Sssttt... konon kabarnya di sepanjang Riverfront ini banyak terdapat kedai pizza yang menjual pizza istimewa yang disebut "Happy Pizza". Pizza biasa dan ukurannya pun standar. Yang membuat "istimewa" karena katanya topping pizza tersebut diberi "ganja". Sebut aja mau pesan "Happy Pizza". Penasaran juga sih pengen nyoba. Tapi mengingat jadwal perjalanan yang padat, gak jadi deh. Daripada ketinggalan bus gara2 saya giting dan tidur pules, mending yang baik2 aja deh :D

Jam setengah tujuhan saya kembali ke guest house untuk mandi dan sarapan. Setelah itu baru deh berangkat. Ternyata tukang tuktuknya udah mangkal dan ternyata juga dia yang tadi pagi nawarin tuktuk pas saya jalan2 pagi. Tujuan pertama adalah penjara Tuol Sleng yang lebih dikenal dengan nama penjara S21.

Okeh.. kita mulai acara jalan2 hari ini. Lumayan jauh sih ke Jadi Tuol Sleng itu. Lewat pusat bisnis yang banyak berderet pertokoan di sepanjang jalan raya. Namun bangunan ini tidak terletak di pinggir jalan raya utama, masuk ke jalan kecil gitu.


Tuol Sleng a.k.a. Penjara S21


Beli tiket masuk USD 2 di sebuah tempat mirip pos satpam :D. Memasuki halaman S21 ini nampak sepi. Seakan menggambarkan apa yang terjadi pada masa rezim Khmer Merah berkuasa. Jadi semula bangunan berlantai 3 ini adalah sekolah dasar sampai menengah. Saat Khmer Merah pimpinan Pol Pot berkuasa, tempat ini berubah menjadi tempat interogasi, penjara dan sekaligus tempat penyiksaan bagi orang2 yang dianggap memiliki idealisme yang berseberangan dengan Khmer Merah. Orang2 yang dicurigai oleh Khmer Merah itu sebetulnya yang berprofesi sebagai PNS, anggota partai dan pendidik. Namun tak jarang mereka juga mengangkut para petani dan warga biasa lainnya bahkan anak2.




Di depan gedung sekolah ada papan pengumuman mengenai peraturan yang berlaku untuk para tahanan di penjara S21 ini. Yang membuat seram dan tidak nyaman dari tempat ini adalah ruang kelas yang dibuat sebagai bangsal penyiksaan di tempatkan alat penyiksaan juga foto2 para korban penyiksaan juga beberapa lukisan saat penyiksan itu terjadi. Dari gambaran di lukisan terlihat betapa kejamnya penyiksaan yang dilakukan. Saya gak berani untuk naik ke lantai atas. Cukup di lantai dasar ini saja. Walaupun terlihat beberapa turis (kebanyakan sih bule) pada naik keatas. Gak habis pikir, kog ada yang orang yang begitu kejamnya untuk menyiksa orang lain yang dalam hal ini adalah saudara setanah air sendiri demi ambisi politik.


Pada saat Khmer Merah berkuasa, sekolah2 ditutup. Karena prinsip mereka, yang diperlukan untuk memajukan negara adalah kerja keras bukan pendidikan. Juga ada motto Khmer Merah yang bikin merinding seram "To keep you is no benefit. To destroy you is no loss".


Juga ada papan tempat seorang laki2 yang menceritakan pengalaman saat dia ditangkap dan di penjara di S21. Pada saat itu dia masih anak2. Selain itu ada lukisan yang menggambarkan seorang tentara melemparkan seorang bayi keatas kemudian menembak bayi itu selagi dia melayang di udara! Sadiiissss.... Terlihat di lapangan, tiang2 yang dulunya dipakai untuk olah raga, pada masa Khmer Merah digunakan untuk menyiksa tahanan. Dengan posisi mengikat kaki tahanan diatas dan kepala dibawah, sesekali mencelupkan kepala tahanan ini ke dalam air agar dia mengaku apa yang dituduhkan penyidik Khmer Merah.




Melihat foto para korban yang difoto pada saat datang di penjara ini sungguh mengenaskan. Tatapan mereka kosong ada juga yang penuh kengerian seakan mereka tau kalo sudah datang ke sini hampir dipastikan tidak akan kembali. Di penjara ini tidak hanya laki2 namun perempuan pun dijadikan tahanan. Dan di ruangan terakhir, tampak jejeran tengkorak kepala manusia yang merupakan korban genocide yang dilakukan Khmer Merah di tempat ini. Buat saya, berada di tempat ini bukan karena merasa angker tapi lebih ke ngeri karena kekejaman Khmer Merah.

Penyiksaan dilukis oleh seorang pelukis bernama Vann Nath, yang dapat bertahan di penjara Toul Sleng. Vann Nath bisa selamat karena dia bisa melukis Pol Pot (pimpinan Khmer Merah) mirip dengan aslinya. Sebelumnya beberapa pelukis disiksa dan dibunuh karena tidak dapat melukis Pol Pot dengan mirip.

Namun Vann Nath harus kehilangan istrinya yang juga di penjara di Tuol Sleng dan dibunuh disana.

Keluar dari sana kita lanjut ke Russian Market. Si Mama pengen buru2 keluar dari S21 karena udah pusing berada di sana. Sampai di Russian Market, di diturunin di depan los pasar. Tukang tuktuknya bilang, ditunggu di tempat ini, jangan sampe nyasar.

Russian Market (Phsar Toul Tom Poung)

Nah... ini salah satu pasar yang kondang di Phnom Penh. Konon barang apapun ada disini. Saya sih udah gak pengen belanja. Tapi si Mama penasaran cari table runner yang gak biasa aja dan gak terlalu mahal. Akhirnya nemu juga table runner seharga USD 2 dengan berbagai warna dan bordiran. Hmmm... nampaknya Mama rada kalap nih belanjanya.

Kita sih gak lama2 disana secara udah males ngubek pasar dan gak ada yang dicari juga.

Syukurlah kita gak nyasar saat kembali ke tuktuk yang disewa. Dari pasar ini, kita melanjutkan perjalanan ke Choeung Ek, The Killing Fields.

Choeung Ek a.k.a. The Killing Fields

Choeung Ek terletak cukup jauh dari pusat kota dengan kondisi jalanan yang berdebu. Padahal itu jalan raya utama loh. Masih bagus jalan di kampung saya deh :P. Terlihat sepanjang jalan menuju Choeung Ek masih dalam pengerjaan. Panas dan berdebu.

Saking berdebunya, saya harus memakai masker dan kacamata hitam. Gak bisa buka mata tanpa kacamata. Saya sampe berasa rambut saya kaku kayak disemprot hairspray.

Dari jalan raya tuktuk berbelok ke kiri dan masuk ke perkampungan. Ternyata lokasi ladang pembantaian pada masa Khmer Merah berkuasa di berada di ujung desa.

Tiket masuk ke lokasi ini USD 3 dan sewa headset audio tour guide USD 3. Pilihan bahasa untuk audio guide cukup banyak; ada 15 bahasa termasuk bahasa Malaysia. Tapi... gak ada tuh bahasa Indonesia. Saya pilih bahasa Inggris dan Mama bahasa Melayu. Selain itu juga peta untuk berkeliling di sekitar killing fields. Jadi bisa disamakan antara TKP dengan keterangan melalui headset audio guide. Gak rugi deh sewa alat ini, kita jadi tau sejarah dari masih2 tempat. Coba museum2 di Indonesia dilengkapi dengan alat ini, pasti tambah seru setiap ke museum.

Sebetulnya tempat ini gak kalah  menyeramkan tau tepatnya mengerikan dari penjara S21 tapi karena killing fields ini tempatnya terbuka dan cukup banyak turis yang berkunjung rasa ngeri itu tertutupi.

Dimulai dengan berhenti di salah satu pohon yang dulunya digunakan untuk tempat pemberhentian truk2 yang mengangkut para tahanan dari penjara S21.

Saat ini dia sekitar Killing Fields hanya hamparan tanah berumput. Namun pada masa Khmer Merah berkuasa, tempat ini adalah ladang pembantaian (Killing Fields). Ada tempat pembantaian massal (genocide), ruang tempat penyumpanan benda2 untuk mengeksekusi para tahanan, ruang tempat penyimpanan bahan kimia dll.

Kog ada bahan kimia, untuk apa? Untuk menutupi bau bangkai dari mayat2 para tahanan yang dieksekusi disini. Biar penduduk di sekitar ladang ini gak curiga kalo ada pembantaian manusia. Bahak kimia yang digunakan tentara Khmer Merah untuk menutupi bau bangkai adalah DDT.

Di beberapa tempat tampak tumpukan baju para korban ditempatkan di kotak kaca. Gak tega ngeliatnya deh.

Di salah satu pohon, ada yang disebut "Magic Tree". Kenapa ya? Karena di Magic Tree ini di tempatkan speaker/pengeras suara yang memutar lagu2 mars dengan suara yang kencang untuk penutupi teriakan para korban yang sedang di eksekusi. Sinting!

Di akhir tour, terdapat tugu penghormatan bagi para korban kekejaman tentara Khmer Merah. Di dalam tugu ini juga terdapat ratusan tengkorang manusia korban Khmer Merah yang disusun bertingkat. Sesak dada ini mengunjungi 2 tempat terjadinya tragedi kemanusiaan dalam 1 hari.



Nyaris tengah hari, selesai sudah perjalanan dengan tuk tuk di hari ini. Kembali ke guest hourse dengan menempuh perjalana berdebu di tengah cuaca yang semakin terik.

Eh ternyata, tiket bis Mekong Express udah habis. Rada2 panik nih. akhirnya saya bilang mau pesen bis apa aja yang ke Ho Chi Minh besok pagi. Si resepsionis guest house jawab akan dicarikan.

Sampai di guest house, bersih2, makan siang dan mulai kembali berjalan. Kali ini tujuannya ke National Museum, Royal Palace dan Silver Pagoda.

National Museum of Cambodia

Masuk National Museum ini bayar USD 5/orang. Berasa di Amrik sono yang semuanya dibayar pake USD. Isi dari National Museum ini 11-12 lah sama Museum Nasional a.k.a. Gedung Gajah di Jakarta. Jadi ada beberapa artefak dari candi2 yang ada di Kamboja. Kebanyakan sih dari Angkor Wat. Silsilah raja2 sampai luas kerajaan Khmer.



Buat saya sih tempat ini gak terlalu menarik. Selesai dari sini langsung menuju Royal Palace. 

Royal Palace

Rada keder juga dimana pintu masuknya. Lah... lagian gak ada papan petunjuk untuk pintu masuk pengunjung. Ternyata royal Palace-nya masih tutup istirahat dan baru buka lagi nanti jam 14.00.

Ya udah, daripada balik lagi ke penginapan saya dan Mama memutuskan jalan2 di sekitar Riverfront. Gak jauh kog, kan seberangnya Royal Palace :P.

Belum jam 14.00 udah nyampe di depan pintu masuk Royal Palace. Belum buka sih, tapi uadah cukup banyak calon pengunjung yang nunggu.



Tiket masuk ke Royal Palace USD 6/orang. Gak ada guide juga gak ada papan penunjuk. Jadi ya cuma ngeliat2 bangunan. Agak masuk ke dalam terdapat Silver Pagoda. Jadi ya jangan terkecoh. bukan pagoda yang terbuat dari perak yang langsung keliatan tapi beberapa patung Buddha dalan benda2 lainya yang terbuat dari perak dan emas yang terdapat di dalam suatu bangunan.

Saya sempat terkecoh, muter2 nyari yang namanya silver pagoda. Padahal sebelumnya sudah masuk ke tempat ini.

Di pintu keluar banyak bunga2 dari pohon Bodhi yang berguguran. Nguping dari guide sekelompok turis, bunga ini umurnya gak lama. Setelah mekar di pagi hari kemudian akan jatuh di sore hari. Bunga Bodhi juga dipercaya mempunyai khasiat untuk kesehatan. Konon, Buddha dilahirkan dibawah pohon Bodhi.



Dari Royal Palace langsung kembali ke guest house. Ya udah sore juga sih. Beres2 packing, kan besok mau berangkat ke Ho Chi Minh.

Alhamdulillah... ternyata masih dapet tiket bis ke Ho Chi Minh City walaupun lebih mahal sedikit. Yang penting besok pagi bisa berangkat.

Kelar packing, malamnya kita makan di Warung Bali lagi sekalian pamitan sama Pak Min. Kali ini kita pesen tempe goreng. Udah kangen nih sama tempe :D. Seperti biasa, resto Pak Min ini tempat berkumpulnya para ekspatriat asal Indonesia. Hihihi...

No comments:

Post a Comment