Pages

Thursday, April 10, 2014

Journey To The West - Sumatera Barat (Day 1)

Kamis, 3 April 2014
Jakarta - Padang - Bukittinggi

QG 972 ETD 07.35 ETA 09.20
  • Tiket Citilink CGK-PDG-CGK termasuk bagasi 20 kg Rp 113.300
  • Bajaj ke Gambir Rp 10.000
  • DAMRI Rp 30.000
  • Airport tax Rp 40.000
  • Tranex bandara Minangkabau - pool Tranex Rp 22.000
  • Tranex pool - Bukittinggi Rp 18.000
  • Angkot Pasar Aur - Jenjang Gudang Rp 3.000
  • Makan di Uni Lis Rp 23.000
  • 7 kerudung aneka sulaman & warna (harga bervariasi) Rp270.000
  • Hotel Jogja Rp 125.000/malam
  • Masuk Taman Margasatwa & Budaya Kinantan Rp 10.000
  • Masuk Rumah Adat Baanjuang Rp 2.000
  • Makan malam lesehan Rp 21.000
  • 2 roti @ Rp 7.000
Hai... hai... kali ini saya akan terbang ke wilayah barat Indonesia tentunya masih akibat beli tiket pesawat promo yang murah pada bulan Agustus 2013 dan lagi2 perjalanan seorang diri. Pastinya tetap dengan penerbangan pertama biar punya banyak waktu; yang berarti saya harus berangkat subuh dari rumah. Perjalanan kali ini nyaris batal karena seminggu menjelang keberangkatan, boss saya akan melakukan perjalanan dinas ke China yang tanggalnya masih berubah2.

Gak mungkin dong, dia belum berangkat saya sudah berangkat liburan duluan. Saat saya minta ijin cuti pun berat banget. Saya sampe bilang hanya akan berangkat jika Bapak sudah sampai di Nanchang (China). Jika sampai tanggal saya berangkat, Bapak dan team belum berangkat, berarti saya batal cuti.

Walaupun belum tau apakah bisa cuti atau tidak tapi saya sudah menyicil packing termasuk membeli peta kota Padang dan Sumatera Barat. Rasanya gak pede aja kalau berpergian tanpa peta. Lagipula peta kan berguna untuk melihat jarak dari satu lokasi tujuan wisata dengan lainnya. Biar gak bolak balik dan menghemat waktu. Asuransi peerjalanan pun sudah dibeli bersamaan saat saya akan pergi ke Sulawesi Selatan.

Alhamdulillah... hanya beberapa hari sebelum saya berangkat tanggal keberangkatan boss saya sudah ditentukan dan semua tiket (termasuk tiket domestik di China yang rada susah bookingnya) dan dokumen2 termasuk visa sehubungan dengan keberangkatan ke China sudah selesai.

Kali ini saya beruntung walaupun tidak ada ojek atau pun taxi yang membawa saya dari rumah ke stasiun Gambir untuk naik DAMRI ke bandara, tapi saya berhasil mencegat Bajaj dan naik ke Gambir dengan membayar Rp 10.000 :D

Saya jadi terbiasa kalau melalui Terminal 1 bandara Soekarno Hatta saat boarding akan pindah gate. Ternyata benar. Kali ini pun dipindah.

Sayang ya di Citilink gak bisa pesan makan untuk sarapan. Padahal kalo liat menunya di website sepertinya enak2 tuh. Pesawat berangkat tepat waktu begitu pula saat tiba di bandara internasional Minangkabau.

Padang

Padang.... I'm coming! Sempat bingung setelah keluar dari bandara. Saya harus naik apa ya untuk menuju Bukittinggi? Kata teman saya di  kantor, di bandara nanti banyak kog travel yang langsung ke Bukittinggi. Etapi saya gak liat orang2 naik travel. Yang saya lihar justru calo2 yang nawarin angkutan ke berbagai kota. Kalau saja ada penumpang lain dalam mobil yang menuju Bukittinggi, saya pasti ikut. Tapi ini mobilnya aja masih kosong. Gak mau lah.

Akhirnya saya memutuskan untuk naik bus Tranex. karena informasi yang saya dapat dari pool Tranex di Padang ada kendaraan Tranex yang langsung menuju Bukittinggi.

Ongkos Tranex ini Rp 22.000 tapi saat saya bayar dengan Rp 25.000 kog gak dikasih kembaliannya ya? Ya kalo gak ada uang kecil untuk kembalian, bilang dong. Kan kalo seperti ini saya merasa dicatut. Bukan jumlah uang kembaliannya yang jadi masalah tapi kejujuran itu yang saya catat.

Lumayan jauh jarah antara bandara ke pool Tranex yang melewati mall dan hotel Basco.

Sampai di pool Tranex saya beli tiket Tranex untuk ke Bukittinggi. Disini saya merasa dicurangi lagi. Harga tiket Rp 18.00 dan saya memberikan Rp 50.000. Masa' cuma dikasih kembalian Rp 30.000. Kebiasaan orang sini kali yang suka embat kembalian yang nilainya gak seberapa itu. Apalagi terhadap orang asing atau pelancong. Payah nih...

Jadi muter2 nih karena untuk menuju ke Bukittinggi akan melewati rute ke bandara. Memang benar, kalau ada angkutan umum dari bandara yang langsung ke Bukittinggi akan memperpendek jarak dan mempersingkat waktu.

Di tengah perjalanan, hujan turun dengan derasnya. Dari Padang menuju Bukittinggi ada 2 rute yaitu melalui Sicincin atau melaui Padang Pariaman. Jalan menuju Bukittinggi berkelok2. Sayang saya menggunakan travel bukan mobil pribadi. Saat melewati lembah Anai, saya hanya bisa melihat dari kejauhan air terjun yang keluar dari tebing di lembah Anai.

Bukittinggi

Akhirnya hampir jam 1 siang sampai di Bukittinggi. Saya turun di dekat terminal Aur Kuning dan lanjut dengan angkutan umum menuju hotel Jogja. Melewati martabak kubang Hayuda. Duuuhhh... jadi pengen deh. Mungkin ntar sore bisa mampir ke sini.

Eh terus lewatin juga rumah sakit stroke nasional. Ealah... kog bisa ya rumah sakit berskala internasional ada disini. Kenapa? *jawabannya (menurut saya) ada setelah saya berkeliling Bukittinggi :P

Angkutan umum berhenti persis di depan penginapan saya, Hotel Jogja yang konon hotel ini merupakan salah satu hotel bersejarah dan berada tepat di bawah Jenjang Gudang, tangga menuju pasar atas, los lambuang dan... Jam Gadang! Penginapan dengan lokasi yang sangat strategis!

Setelah menyerahkan KTP, kunci kamar pun diberikan kepada saya. Saya dapat kamar  di depan, dekat dengan front desk. Kamar tidak dilengkapi dengan kipas angin atau bahkan AC. Disediakan sajadah di setiap kamar. Saat saya mencuci muka... brrrr.... dingin banget airnya. Mana gak pake shower dan air panas. Duuuhhh... kebayang besok pagi pasti lebih dingin lagi :(

Oiya, di Bukittinggi tidak ada minimarket/convenience store kondang seperti yang ada di kota2 lainnya. Hanya ada minimarket lokal. Tapi yang dekat dengan penginapan cukup besar dan lengkap.

Pasar Atas

Setelah beres2, saya bergegas meninggalkan penginapan menuju Pasar Atas untuk lihat2 kerudung dengan aneka warna dan teknik sulam. Hadeuh... kalap belanja kerudung di Pasar Atas. Padahal hanya di satu toko dan kepala saya tidak tertutup.

Akhirnya setelah lumayan lama memilih, 7 kerudung aneka warna dengan berbagai teknik sulaman berpindah dari Uni penjual ke tangan saya. Anggap aja ini sogokan buat Ibu saya biar ijin pergi2 diperlancar :D

Saya gak tertarik untuk beli mukena ataupun kain bahan baju dengan aneka sulam. Padahal warnanya bagus2 loh.

Los Lambuang

Selesai belanja aneka kerudung, saya menuju Los Lambuang yang masih dekat2 Pasar Atas ini. Ahai... akhirnya saya tau kenapa disebut Los Lambuang! Karena di tempat ini adalah tempat makan dan aneka jajanan. Semacam foodcourt gitu. Tapi foodcourt ini istimewa karena hampir semua counter menjual nasi kapau! Tinggal pilih mau yang mana. Namanya juga nasi kapau ya yang dijual nasi  dengan aneka lauk yang sebagian besar dimasak dengan santan dan pedas.

Saya pilih makan siang di kedai Uni Lis. Tempat makan di Uni Lis terlihat penuh saat saya datang. Bahkan ada seorang Ibu yang membawa 2 anaknya (kayaknya baru pulang sekolah SD deh) turut makan di kedai ini.

Karena saya tidak suka makanan pedas, saya pilih lauk yang aman saja. daging dendeng cabe hijau dan tahu. Cabe hijau bisa disingkirinlah biar gak terlalu pedas. Etapi si Uni penjual juga kasih kuah gulai di nasi saya. Sedikit sih. Tapi efeknya dasyat deh. Itu makanan jadinya pedes banget! Salut sama 2 anak kecil itu yang dengan lahapnya makan. Oiya ternyata tahu yang saya pesan tuh tahu yang dimasukkan kedalam usus sapi, yang disebut gulai Tambusu. Pantes aja agak alot waktu saya potong.

Kayaknya saya tau nih kenapa ada rumah sakit khusus stroke  di Bukittinggi ini. Lah... lihat aja kebiasaan makan masyarakat Bukittinggi. Dari kecil sudah dibiasakan makan makanan bersantan :D. Wah... sepertinya saya gak cocok nih dengan makanan yang ada di Bukittinggi. Nanti malam harus cari makanan yang lebih aman dari ini nih. Gak jadi nyobain itiak lado mudo yang di ngarai Sianok deh. Pasti gak tahan pedasnya :P

Jam Gadang

Kelar makan siang yang kepedesan, langsung ke area Jam Gadang.  Waduh... kog rame banget ya. Dari sekitar jam gadang bisa terlihat kota Bukittinggi. Mungkin karena letaknya di bukit dan tinggi tempatnya makanya disebut Bukittinggi. Mungkin loh...

Oiya, yang unik dari Jam Gadang ini adalah angka empat Romawi yang ada pada jam tersebut tercetak IIII bukan IV! Sebetulnya kalau diperhatikan jam dengan angka Romawi seperti ini juga ada di stasiun Kota, Jakarta. Cuma yang di stasiun Kota jauh lebih kecil, semacam jam dinding gitu.


Sayangnya bangunan jam gadang ini tidak bisa dinaiki. Pasti lebih seru kalau bisa naik sampai atas dan melihat kota Bukittinggi dari sana.

Karena masih ramai dan cuaca pun agak mendung, saya hanya sebentar disana dan memutuskan untuk menjelajah area sekitar jam gadang ini. Di dekat jam gadang ada mall Plaza Bukittinggi dan ada beberapa outlet makanan yang sudah saya kenal seperti pizza dan ayam goreng si Opa Sanders. Yah kalau mentok gak ada yang jual makanan yang gak pedes bisa deh mlipir kesitu :D

Kampung Cina

Ternyata dengan berjalan kaki saya sampai di Kampung Cina. Disini banyak berdiri restoran dengan aneka menu dan di Kampung Cina ini juga saya menemukan klenteng juga jembatan Limapeh diatas jalan raya di Kampung Cina yang menyerupai tembok gerbang.


Tadinya saya mau ke Janjang Seribu tapi setelah tanya2 dengan warga setempat ternyata lokasi Janjang Seribu cukup jauh dari tempat saya berada saat ini dan angkutan umum dengan rute kesana tidak ada, harus jalan kaki dulu. Daripada habis waktu di jalan, mending saya mengunjungi tempat2 yang ada di sekitar saya saja.

Kebun Binatang, Jembatan Limapeh dan Fort De Kock

Saya tanya kalau mau berjalan di jembatan Limapeh harus mulai dari mana? Ternyata jembatan Limapeh itu menghubungkan kebun binatang Bukittinggi dengan Fort (benteng) De Kock.

Saya perhatikan tempat2 di Bukittinggi ini naik dan turun. Jadi kalau terletak diatas, kita harus menaiki tangga berundak2. Kampung Cina termasuk berlokasi di bawah. Untuk menuju kebun binatang saya naik tangga berundak. Kebun binatang di Bukittinggi ini disebut Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan. Setelah membayar tiket masuk yang juga sekaligus tiket menuju Fort De Kock saya mulai menelusuri kebun binatang ini. Gak terlalu luas sih kebun binatang ini tapi lumayan bersih. Di tengah kebun binatang ada sebuah rumah gadang. Ternyata itu adalah museum yang dinamakan Museum Rumah Adat Baanjuang.


Di depan rumah gadang ini terdapat sepasang patung manusia yang memakai baju adat khas Minang. Untuk masuk ke rumah gadang ini harus membayar tiket masuk. di dalam rumah ini terdapat beberapa hewan yang sudah diawetkan. Gak jelas juga sih konsep dari museum ini. Eh disini bisa sewa baju adat khas Minang loh. Kan keren tuh bake baju Minang terus foto2 deh di depan rumah gadang :P.

Saya melanjutkan jalan2 siang menuju jembatan Limapeh. Juka kita berjalan hampir ke tengah jembatan, maka kita bisa merasakan jembatan bergoyang2. Hiy...

Saat saya kesana tidak banyak orang yang berkunjung ke kebun binatang juga hanya beberapa orang saja yang melintasi jembatan Limapeh. Oiya, jembatan ini hanya untuk pejalan kaki saja loh, eh kayaknya bisa sih juga dilintasi pesepeda.

Akhirnya sampai juga di seberang kebun binatang yang berarti saya sudah sampai di area Fort De Kock. Tempat ini lebih sepi dari pada di kebun binatang dan tempatnya seperti hutan kota. Satu2nya bangunan yang saya lihat disini tuh seperti bangunan gudang air yang ternyata itulah benteng De Kock. 

Saya membayangkan bentuk benteng itu seperti yang saya lihat di pulau Kelor; benteng Martello atau paling tidak seperti yang di Jogja; benteng Vredeburg. Fort De Kock tidak terlihat seperti benteng, bangunannya kecil. Kalau saja tidak ada meriam di depannya, orang pasti bertanya2 dimana bentengnya.

Goa Jepang, Ngarai Sianok  dan Jenjang Koto Gadang

Selesai dari sini saya melanjutkan perjalanan ke Ngarai Sianok. Jalan di Bukittinggi ini menurun dan menanjak. Demikian pulan jalan menuju Ngarai sianok. Kalau pas turun enak jalannya tapi kalo menanjak, lumayan bikin betis kenceng deh :D

Jalan menuju Ngarai terlihat cukup sepi. Saya sempat bertanya ke anak sekolah arah menuju Ngarai karena tidak ada plang informasi.

Mulai memasuki kawasan Ngarai, suasana berubah sejuk. Di sebelah kiri bukit dan di kanan lembah. Saya kog gak liat ada angkutan umum yang lewat sini ya? Gempor nih kalau nanti pulangnya harus jalan kaki lagi. Di tengah perjalanan, saya melihat 3 anak kucing yang kesemuanya belang 3 di dalam karung. Sepertinya anak2 kucing tersebut dibuang. Di dalam karung plasting yang dibiarkan terbuka juga ada makanan kucing. Duuuhhhh... kasian...

Ternyata bukit yang saya lewati itu adalah goa/lobang Jepang yang merupakan benteng pertahanan Jepang pada masa penjajahan Jepang berbentuk seperti bunker yang berkelok2. Informasi yang saya dapat pintu masuk ke gua ini ada beberapa dan salah satunya di Ngarai Sianok. Saat saya kesana tidak ada pengunjung yang masuk ke dalam goa. Sempat lihat2 dari luar tapi akhirnya saya memutuskan untuk tidak masuk. Di dalam terlihat gelap namun penjaga goa akan menemani kita dan membawa senter saat masuk kedalam. Kog saya merasa agak2 spooky ya di dalam. Untuknya Uda yang jaga pintu masuk Goa Jepang baik, gak maksa saya untuk masuk ke goa dan nunjukin arah ke Jenjang Koto Gadang.

Menuju Jenjang Koto Gadang yang katanya nih disebut juga The Great Wall-nya Bukittinggi. Hmmm... mari kita buktikan sebutan itu :D

Memasuki jalan masuk harus jalan menurun dan agak menanjak. Setelah itu jalan mendatar melalu jalan setapak yang sudah di paving. Pemandangan keren loh. Tebing dengan warna hijau tumbuhan di beberapa tempat. Melewati jembatan gantung yang dibawahnya sungai. Selanjutnya? Hmmm.... ini nih yang jadi pe er!

Kita harus menaiki anak tangga yang gak tau jumlahnya, yang pasti banyak deh! Disinilah disebut the great wall of Koto Gadang karena di pinggir anak tanggak dibangun tembok yang mirip seperti tembok China. Ini sih namanya tanggal penyesalan; diterusin gempor, gak diterusin sayang udah sampe sini. Eh saat menaiki anak tangga beberapa kali terlihat monyet bergelayutan diantara ranting pohon.

Lagi megap2 eh ketemu sesama pengunjung juga. Jadi deh sambil naik anak tangga kita ngobrol2. Hufftt... akhirnya sampai juga di tangga terakhir. Pemandangannya lebih keren dong dari yang dibawah tadi. Ada papan selamat datang di Panorama View - Ngarai Sianok juga ada tugu Janjang Koto Gadang. Seandainya aja ada ojek motor untuk turunnya, saya sewa deh. Ngebayangin harus menuruni tangga, duuuhhhh... kog berat banget ya.


Kelar foto2, saya dan teman baru itu segera turun. Secara udah mendung gitu, daripada keujanan di jalan nanti tambah rempong. Nah... pas turun ini kita iseng untuk menghitung berapa anak tangga yang dilalui sampai anak tangga terakhir. Ternyata lebih dari 350 anak tanggal loh. Pantes gempor secara naik dan turun tinggal dikali dua aja tuh!

Saya berpisah dengan si teman baru dan melanjutkan perjalanan. Bertanya2 dalam hati apa ada angkutan yang menuju Pasar Atas dari sini? Saya berhenti sebentar di sebuah kedai di akhir perjalanan turun dari Janjang Koto Gadang dan bertanya ada angkutan umum ke Pasar Atas dan dijawab ada tapi nunggunya lama. Eh... ada Uni yang lagi beli minuman negur saya, ternyata kita sempat berpapasan diatas Janjang Koto Gadang. Dia sekeluarga akan turun dan saya baru sampai. 

Dia bilang dia dan keluarganya juga akan ke Pasar Atas dan menawarkan kepada saya untuk ikut mobilnya. Ya ampun... baik banget sih Uni ini.

Akhirnya saya nebeng mobil Grandmax  si Uni bersama keluarganya. Uni sekeluarga ini datang dari Solok dan menyempatkan untuk ke Janjang Koto Gadang. Sekeluarga loh naik sampai atas, termasuk 2 anak kecil yang tentunya digendong orangtuanya. Alhamdulillah saya ditolong si Uni, karena gak berapa lama kemudian gerimis. Sepertinya tidak akan sampai hujan deras dan keliatanya cuma sebentar. Tuh... liat, langitnya terang, gak sampai gelap.

Sampai di parkiran Pasar Atas kita pisah. Makasih ya Uni dan Uda yang udah kasih tebengan kepada saya :). Saat saya sampai masih hujan ringan dan sialnya saya lupa membawa payung. Bawa sih tapi di backpack dan lupa dipindahin ke pouch. Hadeuh....

Untungnya cuma sebentar, walaupun masih gerimis, saya memutuskan untuk meneruskan jalan sampai penginapan.

Sampai di penginapan, saya tanya ke resepsionis untuk angkutan umum di Bukittinggi sampai jam berapa beroperasinya, dan dijawan cuma sampai jam 18.00. What!!! Gak bisa ke martabak Kubang Hayuda dong. Daripada bisa berangkat tapi pulangnya bingung :(

Setelah Maghrib, saya keluar penginapan lagi. Kali ini mau cari makan malam dan gak mau dengan menu nasi kapau atau menu ala Minang lainnya! Hmmm... ternyata semakin malam, udara di Bukittinggi ini semakin dingin. Pantes saja saya lihat banyak orang yang memakai sweater. Saya aja yang gak tau, jalan2 tanpa pakai baju hanget. Pantesan semakin lama berjalan di luar berasa semakin dingin semriwing :D

Waaahhh... ternyata di area Jam Gadang malampun ramai! Banyak penjual kaos yang menjajakan dagangan. Selain itu juga banyak pedagang makanan. Saya sih jalan terus aja menuju Kampung Cina. Dan ternyata keputusan saya tidak salah! Dari mulai memasuki jalan meuju Kampung Cina sudah banyak yang menjual aneka makanan. Bukan hanya itu, makanannya pun bervariasi. Ada roti bakar, martabak manis, warung tenda yang menjual seafood, nasi goreng dan voila... nemu warung tenda yang jual makanan nasi uduk dan ayam goreng! Yang datang pun lumayan banyak walaupun gak sampai antri.

Langsung pesan dan duduk manis menunggu makanan datang. Kalau kata peribahasa sih "dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung" tapi kalau saya dijejelin makanan Minang selama di Bukittinggi... gak banget deh! ini perut langsung berontak :P

Kampung Cina di waktu malam seperti bukan di Bukittinggi deh. Banyak makanan non Minang bertebaran disini :D

Selesai makan malam, saya mampir di satu toko untuk membeli roti sebagai bekal untuk di perjalanan besok.

Saking dinginnya, kamar di penginapan yang tanpa kipas angin ataupun AC terasa sejuk seperti pake AC.

Karena kamar saya dekat dengan ruang tamu dan resepsionis, jadi kalau ada orang ngobrol kedengeran. Seperti saat saya mau tidur, eh kog ngedenger orang lagi ngobrol2 mengenai agama. Berasa kayak di Majelis Taklim deh :D

No comments:

Post a Comment