Pages

Sunday, November 25, 2012

Blind Travel 2 - Hari Ketiga

Jumat, 16 November 2012
Krui

Lewat tengah malam akhirnya sampai di Sukaraja dan tidur di teras mesjid. Eh itu supir minta tambahan Rp 10ribu/orang. Kesel sih tapi secara udah malam dan dalam kondisi ngantuk plus capek akhirnya kita kasih aja. Turun dari mobil travel brrrr…. hawa dingin terasa menusuk kulit. Yang pertama dicara adalah jaket setelah itu baru beres2 dan gelar sleeping bag. Alhamdulillah… bisa tertidur walau cuma sebentar.

Ternyata di Sukaraja tidak ada signal hp boro2 buat bbm-an atau update status. Menjelang subuh saya terbangun karena ada pengurus masjid yang datang untuk menabuh bedug Subuh. Ternyata cuma 2 orang yang shalat Subuh berjamaah di masjid ini. Sayang yah, padahal hampir semua penduduk di desa ini beragama Islam. 

Setelah shalat sebentar kami ngobrol2 dengan Bapak pengurus masjid. Ditunjukin jalan menuju air panas yang melalui pasar Ternyata terdapat 2 lokasi air panas di Sukaraja satu yang terdekat dari posisi kami dan lainnya yang sangat jauh yang terletak di atas bukit. Selain itu juga terdapat air terjun. Dari Bapak ini juga kami mengetahui bahwa warga Sukaraja kebanyakan berasal dari Simendo (Sumatera Selatan) dan Jawa. Rumah penduduk hampir semua berupa rumah panggung.
Melewati pasar sebelum menuju air panas kami mencari warung yang menjual makanan untuk sarapan. Say no to Mie Instant!

Ternyata hari pasaran di tempat ini adalah Kamis dimana para pedagang membawa beraneka dagangannya berupa sayuran, buah, bumbu, aneka ikan dll.
Akhirnya kami menemukan rumah yang menjual soto ayam. Oleh pemilik rumah kami ditawari ojek Rp 20 ribu/orang sekali jalan menuju air panas yang terdekat. Karena pertimbangan waktu kami memutuskan untuk mengunjungi lokasi air panas yang terdekat dengan berjalan kaki. Toh hari masih pagi dan kami masih punya cukup waktu. Sebelum pergi menuju air panas kami menitipkan tas di rumah penjual soto ayam karena nantinya pada saat kembali kami akan melewati rumah ini lagi.

Dan entah ada apa disana atau jalan menuju kesana, banyak orang yang tidak berani ke air panas yang terjauh yang berlokasi diatas bukit. Seperti beraroma mistis gitu.

Satu setengah jam berjalan kaki dari pasar menuju air panas Sukaraja, dengan kondisi jalan menanjak dan menurun. Untung cuaca cerah sehingga jalanan tidak licin. Kami bertemu dengan Pak Jenggot yang merupakan kuncen dari air panas Sukaraja dan diajak melewati jalan pintas melalui perkebunan kopi.

Ternyata yang disebut air panas itu adalah danau yang mengandung belerang yang dibeberapa tempatnya terdapat lumpur yang meletup2 seperti mendidih. Konon kabarnya kalo meletakkan telur dalan lumpur panas tersebut bisa matang. Tapi entah rasanya seperti apa.

Disekitar danau banyak sampah berupa pakaian yang ditinggal para pengunjung. Karena konon yang disyaratkan bagi para pengunjung yang datang dan mandi/berendam di danau ini untuk mengobati aneka penyakit kulit, pakaian yang mereka kenakan pada saat berendam harus ditinggal untuk membuang penyakit. Sayang ya, danau ini jadi kotor oleh sampah pakaian.

Kami tidak lama berada di danau air panas, dengan dipandu Pak Jenggot kami kembali ke tepian jalan. Pada perjalanan kembali ke pasar Sukaraja, kami sempatkan berkunjung ke rumah Pak Jenggot karena tadi belum sempat mengucapkan terima kasih telah diantar ke danau air panas.
Kami diterima Pak Jenggot dan kelurganya dengan sangat ramah. Sungguh keramahan yang tulus dari seluruh anggota keluarga.

Entah mengapa walaupun di luar panas terik tapi di rumah Pak Jenggot ini terasa teduh dan adem dengan semilir angin. Kami disajikan teh dan pisang yang membuat kami terheran2. Pisang tersebut berbenduk dempet2 yang oleh masyarakat setempat dinamakan pisang campit. Bahkan kami di oleh2in pisang campit untuk dibawa. Rasanya masih pengen berlama2 di pondok Pak Jenggot tapi kami harus kembali.

Balik lagi ke warung soto ayam untuk ambil tas dan makan pecel yang menurut saya lebih mirip karedok karena memakai kencur.

Kami menuju jalan raya untuk menunggu bis yang akan mengantar kami ke terminal Liwa sesuai dengan perintah panitia. Sepanjang perjalanan Sukaraja – Liwa kami disuguhi pemandangan yang sangat Indah dengan jalan berkelok2.

Gw jadi tau desa yang namanya Liwa. Dulu pernah terjadi gempa cukup kuat di daerah ini.

Sekitar 3 jam dari Sukaraja menuju Liwa. Ternyata meeting point dipindah ke rumah makan sebelum terminal dan kami kelewatan. Informasi dikirim telat kami terima karena signal hp antara ada dan tiada. Kondisi pada saat itu gerimis dan sepertinya akan turun hujan.

Jam 15.00 semua peserta yang sudah berkumpul menuju Tanjung Setia. Belum semua peserta berkumpul karena ternyata ada yang lokasi cukup jauh menuju Liwa. Tanjung Setia tidak terlalu jauh tapi pemandangan ciamik! Tebing Bukit Barisan Selatan yang juga terdapat air terjun dan goa di beberapa tempatnya. Air terjun dan goa ini terlihat dari jalan raya bahkan jika sempat dapat mampir dulu tanpa perlu trekking. Indahnya…

Penginapan yang kami tempati berupa rumah panggung yang lokasinya dekat dengan pantai berombak tinggi. Kabarnya para surfer banyak yang mengunjungi pantai ini.

Setelah makan malam dilanjutkan dengan aneka games dan pembagian doorprize. Jangan sedih jangan kecewa karena semua peserta kebagian doorprize. Juga ada penilaian laporan/catatan perjalanan tiap kelompok yang pemenang mendapatkan beasiswa kursus menulis dari Tempo Institute.

No comments:

Post a Comment